Irawady Siap Buka-bukaan; Hari Ini Diperiksa Penyidik KPK

Setelah tertangkap tangan menerima uang yang diduga duit suap, anggota nonaktif Komisi Yudisial (KY) Irawady Joenoes berusaha mengungkap borok di lembaganya.

Menurut Firman Wijaya, kuasa hukum Irawady Joenoes, penggeledahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor KY Jumat lalu menemukan banyak dokumen dengan terkait penyimpangan di KY. Termasuk soal pengadaan kendaraan dinas.

Sebagai pengawas internal, beliau (Irawady) tahu masalah-masalah di KY. Tapi, itu (dulu) tak diekspos ke luar untuk menjaga kewibawaan institusi, ujar Firman ketika dihubungi Jawa Pos kemarin.

Mantan anggota KY yang diberhentikan sementara itu, kata Firman, siap membantu mengungkap penyimpangan-penyimpangan lain di lembaga pengawasan hakim tersebut. Karena (bukti-buktinya) telanjur diambil KPK dari ruang kerja Irawady, tidak ada salahnya lembaga antikorupsi itu menuntaskan kasus-kasus tersebut.

Pengacara berkacamata tersebut mengungkapkan, pada pemeriksaan di gedung KPK Kuningan yang rencananya dilakukan pukul 10.00 hari ini, kliennya bakal buka suara soal kasus yang menjeratnya. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, Irawady juga membuka kasus-kasus lain di KY.

Firman mengatakan, pihaknya batal mengajukan penangguhan penahanan bagi Irawady (kini meringkuk di tahanan Mabes Polri) ke KPK. Sebagai gantinya, kami akan minta KPK menghadirkan saksi yang meringankan klien kami, tambahnya.

Pria kelahiran Tebing Tinggi 62 tahun lalu itu, kata Firman, sebelumnya juga meminta KY membentuk majelis kehormatan agar bisa membela diri terkait pemberhentian sementaranya sebagai anggota KY.

Irawady tertangkap tangan oleh penyidik KPK sedang bertransaksi dengan Freddy Santoso, pengusaha yang tanahnya di Kramat Raya, Jakarta, dibeli KY untuk calon kantor. Ditemukan uang USD 30 ribu di dalam kantong mantan kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro itu. Tak hanya itu, uang Rp 600 juta juga ditemukan di dalam tas yang menurut Freddy memang sengaja diserahkan ke Irawady.

Menurut Wakil Ketua KY Thahir Saimima, pemberhentian sementara Irawady sesuai dengan ketentuan pasal 35 UU KY. Pasal itu secara eksplisit menyatakan bahwa ketika anggota KY telah mendapat perintah penangkapan yang diikuti penahanan, secara otomatis anggota itu akan diberhentikan sementara. Karena itu, katanya, majelis kehormatan tidak diperlukan.

Firman tetap berdalih kliennya bertemu dengan Freddy dalam rangka menjalankan surat tugas Ketua KY Busyro Muqqodas. Apalagi, tambahnya, Irawady sebelumnya tidak mengenal pemilik tanah di Jalan Kramat Raya No 27 tersebut. Irawady, ujarnya, justru diperkenalkan dengan Freddy oleh oknum KY. Kita akan mengajukan orang itu sebagai saksi yang meringankan Pak Irawady, tambahnya.

Dalih bahwa Irawady bertemu Freddy dalam rangka menjalankan tugas KY dibantah oleh rekan Irawady, anggota KY Soekotjo Soeparto. Kata dia, surat tugas No. 37/GAS/P.KY/IX/2007 yang ditandatangani Busyro Muqoddas tidak berkaitan dengan pengadaan tanah untuk gedung baru KY. Lebih jauh, surat tersebut bahkan tidak berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa menyangkut gedung baru KY.

Surat tugas itu adalah perintah untuk melakukan supervisi. Tugas itu sudah ada sejak KY berdiri, ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Pada bagian lain, Humas KPK Johan Budi S.P. kemarin menanggapi rencana Irawady mempraperadilankan KPK. Menurut dia, rencana itu tidak beralasan. KPK menangkap tersangka sudah sesuai prosedur, ujarnya.

Sebelumnya, kuasa hukum Irawady, Ahmad Yani, mengungkapkan bahwa KPK menyalahi aturan dalam menangkap kliennya. Pasalnya, dalam pasal 10 ayat 1 a UU No 22 Tahun 2004 tentang KY, penangkapan ketua, wakil, atau anggota KY atas izin jaksa agung dengan persetujuan presiden, kecuali tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan. Sesuai dengan pengakuan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, lanjut Yani, KPK telah menyelidiki Irawady setidaknya dalam waktu dua bulan sehingga tidak memenuhi definisi tertangkap tangan.

Menurut Johan, dalih Irawady terbantah dengan isi pasal 1 butir 19 KUHAP. Meski sudah dilakukan pengintaian, ketika Irawady tertangkap tangan bersama barang bukti, maka KPK sah melakukan penangkapan, tambahnya. (ein)

Sumber: Jawa Pos, 1 Oktober 2007
------------
Irawady Berkukuh Jalankan Tugas Rahasia

Surat itu tidak ada hubungannya dengan penyuapan.

Koordinator Pengawasan Hakim Komisi Yudisial Irawady Joenoes tetap berkukuh bahwa penerimaan uang dari Freddy Santoso, Direktur PT Persada Sembada, adalah bagian dari tugas rahasia.

Menurut kuasa hukum Irawady, Suhardi Somomoeljono, kliennya hendak membuktikan bahwa Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial dan panitia pengadaan tanah bermain uang dalam tender pengadaan tanah. Freddy adalah pemenang tender tanah seluas sekitar 6.000 meter persegi untuk kantor komisi itu.

Bahkan, Suhardi melanjutkan, Irawady sebelum ditangkap hendak bertemu dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk kasus pengadaan tanah itu.

Hendarman mengakui Irawady meminta waktu bertemu. Tapi, karena sedang sibuk, dia tak bisa memenuhi permintaan itu. Irawady ingin konsultasi, termasuk membicarakan surat tugasnya, tapi belum sempat bertemu, kata Suhardi.

Irawady mengaku kepada penyidik Komisi hanya berpura-pura menerima uang itu. Selanjutnya akan saya serahkan ke Ketua Komisi sebagai bukti, ujarnya kepada juru periksa.

Pada hari penerimaan uang itulah, Rabu pekan lalu, ia dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyidik menyita uang Rp 600 juta dan US$ 30 ribu.

Sejak itu, Irawady dan Freddy menjadi tahanan KPK sebagai tersangka penyuapan. Menurut sumber Tempo di KPK, keterangan Irawady itu hanyalah alasan yang dicari-cari. Surat tugas yang diteken Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas pada 12 September lalu tak mengaitkan tugas rahasia Irawady dengan pengadaan tanah.

Menurut sumber Tempo itu, Irawady justru bekerja sama dengan Freddy mengatur penjualan tanah di Jalan Kramat Raya, Jakarta Timur, tersebut. Dia menjelaskan Freddy perlu uang karena terjerat utang di Bank Mandiri, yang mencapai Rp 100 miliar. Tanah itu adalah salah satu jaminan utangnya.

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Mansyur S. Nasution mengakui Freddy adalah salah satu debitor Mandiri. Tanah di Jalan Kramat Raya juga sempat menjadi agunan Freddy. Tapi tanah itu sudah ditebus untuk menurunkan jumlah utangnya, kata Mansyur

Komisi Yudisial belakangan memang menjadi pembeli tanah itu senilai Rp 46 miliar. Menurut sumber Tempo di KPK, hubungan Freddy dengan Irawady terjadi dalam proses penjualan tanah. Semula, katanya, Irawady minta setoran Rp 7 miliar (lihat majalah Tempo edisi pekan ini).

Kemudian Freddy pun memberikan setoran kepada Irawady senilai Rp 600 juta dan US$ 30 ribu itu. Namun, kepada penyidik, Irawady membantah ketika disebut memiliki kesepakatan soal tanah dengan Freddy. Saya tak punya kesepakatan dengan Freddy, katanya. Uang itu untuk saya bawa ke pimpinan Komisi Yudisial sebagai bukti dugaan saya itu.

Dihubungi terpisah, pakar hukum pidana Indriyanto Senoadji meminta KPK menyidik secara komprehensif kasus suap ini. Indriyanto menduga kasus suap ini tidak hanya melibatkan Irawady. BAYU PAMUNGKAS | POERNOMO GONTHA RIDHO | CHETA NILAWATY

Sumber: Koran Tempo, 1 Oktober 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan