Ipar Soeharto Makin Tersudut; Saksi Kuatkan Ada Korupsi Restitusi BM
Saudara ipar mantan Presiden Soeharto, Soehardjo, makin tersudut. Sejumlah saksi yang dihadirkan dalam persidangan di PN Jakarta Utara (Jakut) kemarin mengemukakan keterangan yang menguatkan adanya tindak pidana korupsi dalam restitusi alias pembebasan bea masuk (BM) yang merugikan negara Rp 50 miliar.
Tujuh saksi yang dihadirkan adalah Hendro Luhur (bos PT Ancol Terang Metal Printing, importer yang menikmati restitusi BM), Suharis Hadi Sasmita (mantan Kasi Bank KPKN/Kantor Perbendaharaan Kas Negara Jaksel), Liwoto (mantan Kasi Bank KPKN II Jakarta), Liowati (Kasi Bank KPKN III Jakarta), Hadi Widodo (mantan Kasi Bank KPKN Gambir), Totok Susilo (pejabat Bank Exim Priok), dan Asmari (pejabat BRI).
Dalam kesaksiannya, para saksi kompak mengakui adanya aliran uang negara berupa pengembalian restitusi BM senilai puluhan miliar ke sejumlah perusahaan. Bahkan, Hendro mengaku perusahaannya menerima kucuran restitusi BM Rp 13 miliar.
Seluruh saksi dari KPKN mengakui pernah mengeluarkan SPMKBM (surat perintah membayar kembali bea masuk) sebagai dasar pencairan restitusi BM kepada sejumlah perusahaan. SPMKBM dikeluarkan atas edaran Dirjen Bea Cukai dan Dirjen Anggaran bernomor 233 dan 422, kata Suharis di persidangan yang dipimpin hakim Karel Tuppu itu. Hal senada juga diamini tiga pejabat KPKN lainnya. Menurut saksi, surat tertanggal 18 Oktober 1996 itu berisi perintah pengembalian uang BM ke sejumlah importer.
Sekadar mengingatkan, Suhardjo yang mantan Dirjen Bea Cukai 1991-1998 itu diajukan ke PN Jakut atas dakwaan mengeluarkan SK yang membebaskan keringanan BM dan meniadakan BM tambahan. Padahal, kewenangan yang hanya dimiliki Menkeu itu tidak pernah dikeluarkan Mar