Interpelasi BLBI; DPR Minta Pengutang Nakal dengan yang Kooperatif Dipisah
Rapat konsultasi interpelasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia akan meminta pemerintah memisahkan antara pengutang nakal dan pengutang kooperatif. Kami sepakat pengutang nakal dikejar, kata Ketua Fraksi Golkar Priyo Budi Santoso seusai rapat konsultasi interpelasi BLBI antara pemimpin fraksi dan pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat kemarin.
Selama ini BLBI telah merugikan negara Rp 144,5 triliun, sedangkan obligasi rekap telah merugikan Rp 425,5 triliun, termasuk bank BUMN Rp 280 triliun dan bank swasta Rp 145,5 triliun, Surat Utang Negara Rp 73,8 triliun, serta dana talangan Rp 49,5 triliun.
Anggota Komisi Hukum DPR, Benny K. Harman, meminta Kejaksaan Agung memberi kepastian hukum kepada sejumlah pengutang BLBI yang selama ini kooperatif dan sudah mendapat surat keterangan lunas. Untuk pengutang kelompok ini, menurut Benny, Kejaksaan Agung tidak perlu mengungkitnya kembali. Seperti Salim Group. Kan sudah ada surat keterangan lunasnya. Buat apa diungkit-ungkit lagi? katanya.
Menurut dia, jika dalam penyelidikan terhadap para pengutang BLBI tak ditemukan bukti, Kejaksaan Agung harus segera mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara. Ini untuk kepastian hukum, ujarnya.
Rapat konsultasi, kata Priyo, belum menyepakati semua materi interpelasi. Yang dibahas baru beberapa substansi dan prosedur pembahasannya, kata dia.
Dalam rapat itu, kata dia, juga ada perdebatan pendapat apakah presiden harus menjawab sendiri atau bisa mewakilkan kepada para pembantunya. Partai Demokrat menolak presiden harus hadir, katanya.
Adapun Fraksi Golkar, kata dia, akan mengikuti Tata Tertib Dewan. Jadi presiden bisa menghadiri interpelasi atau boleh diwakilkan, katanya.
Rapat ini rencananya akan dilanjutkan Senin depan karena materi interpelasi ditargetkan selesai pada Jumat depan. Nanti, kalau sudah jadi, akan langsung dikirim kepada Presiden, ujarnya. Eko Ari Wibowo
Sumber: Koran Tempo, 19 Januari 2008