Instruksi Memilah Korupsi

Inpres Pemberantasan Korupsi bisa tak dilaksanakan.

Departemen Dalam Negeri pantang mundur. Draf instruksi presiden tentang pemberdayaan instansi terkait dalam sistem penanganan laporan korupsi terus digodok. Sejumlah departemen yang terkait dengan penegakan hukum, yakni Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI, diajak rapat beberapa kali.

Mudah-mudahan segera final, kata Seman Widjojo, Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri, kepada Yophiandi Kurniawan dari Tempo di kantornya kemarin. Ia membantah inpres itu untuk melindungi pejabat pemerintah yang korup. Pemerintah hanya ingin memilah masalah sesuai dengan porsinya: kasus administrasi atau korupsi (baca Bukan Membekingi).

Draf inpres yang berisi sepuluh perintah itu sejatinya mengatur pembentukan forum koordinasi yang menerima pengaduan. Maka ditentukanlah pengaduan macam apa yang layak ditindaklanjuti. Laporan tak bersifat memfitnah, dilengkapi identitas pelapor, dan disertai bukti permulaan. Pengaduan juga tak bermuatan politik atau diskriminatif. Isi laporan dititikberatkan pada implikasi penerapan kebijakan publik yang berakibat terjadinya korupsi.

Menurut juru bicara Departemen Dalam Negeri, Andreas Tarwanto, bila menerima pengaduan, kejaksaan, polisi, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan beramai-ramai memeriksa pejabat yang dilaporkan. Inpres akan mengatur forum koordinasi yang berisi polisi, kejaksaan, BPKP, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, Badan Intelijen Negara, serta Badan Pengawasan Daerah.

Kejaksaan Agung membantah ada tumpang-tindih dalam pemeriksaan. Siapa yang memeriksa tergantung ke mana laporan disampaikan, kata juru bicara Kejaksaan Agung, I Wayan Pasek, Senin lalu.

Tapi inpres ditentang oleh anggota Komisi Hukum DPR, Gayus Lumbuun. Kata dia, inpres tak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan meminta pemerintah tak mengesahkan draf inpres jika isinya bertentangan dengan undang-undang.

Masyarakat Transparansi Indonesia pun menampik inpres. Koordinator Antikorupsi Masyarakat Transparansi Indonesia, Arif Hidayat, dalam keterangan persnya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis pekan silam, yakin inpres justru akan dipergunakan oleh pemerintah untuk melindungi pejabat yang diduga korupsi. Masyarakat Transparansi Indonesia tak ingin Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi justru dimentahkan oleh inpres yang baru. Mustafa Moses | Supriyantho Khafid | Sutarto

Sumber: Koran tempo, 5 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan