Instruksi Belum Dijalankan Polri

Hingga Senin (24/1), tak terlihat kebijakan dari pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung dalam menjalankan instruksi presiden yang dibuat pada 17 Januari lalu. Instruksi itu adalah untuk mempercepat penuntasan kasus yang terkait dengan mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan.

Dalam butir ketujuh dari 12 instruksi presiden (inpres) jelas disebutkan adanya tindakan nyata pada pejabat yang nyata-nyata melakukan penyimpangan terkait perkara Gayus. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan batas waktu selama satu minggu untuk melaksanakan butir inpres ini.

Namun, Senin di Jakarta, dalam rapat penanganan kasus Gayus, yang dipimpin Wakil Presiden Boediono, belum ada penindakan terhadap pejabat Polri dan Kejaksaan yang diduga terkait kasus Gayus yang dilaporkan. Karena itu, Wapres meminta Polri dan Kejaksaan dalam dua pekan ke depan dapat mempercepat pemeriksaan untuk menuntasan kasus Gayus.

Instruksi Wapres Boediono itu disampaikan kembali oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto seusai rapat penanganan kasus Gayus di Istana Wapres, Jakarta. Namun, ia tak merinci langkah yang diinstruksikan Wapres.

Rapat dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, dan Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana.

”Rapat ini fokus utamanya ada dua, yaitu yang bisa dilaksanakan setelah inpres setelah satu minggu dan langkah ke depan. Kemudian sinergi antara aparat penegak hukum dan tidak sendiri-sendiri sehingga terfokus pada satu arah, yaitu bagaimana penegakan hukumnya dan bukan aspek lain,” ujar Djoko.

Saat ditanya adakah kemajuan selama satu pekan pascainpres, Djoko menjawab, ”Sampai saat ini posisinya, ya, seperti itu, yaitu siapa yang ditindak, siapa yang ditangani. Dari sisi disiplin, dari sisi Polri, itulah yang sampai sekarang bisa dilaksanakan.”

Patrialis mengaku telah menindak 35 pegawai imigrasi di Kantor Imigrasi Jakarta Timur dan di Bandara Soekarno-Hatta yang diduga terkait kasus penerbitan paspor palsu milik Gayus dan kepergiannya ke luar negeri.

Agus Martowardojo mengakui, selain mengganti Dirjen Pajak, ia juga mencopot lima pejabat yang diduga terkait Gayus.

Jaksa Agung Basrief Arief pun mengakui, jaksa Cirus Sinaga, yang diduga terkait kasus Gayus, dan jaksa lain sudah dicopot. Saat ini Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy masih mengawasi Cirus dan kawan-kawan.

Jaksa Agung juga menyatakan, ia masih menunggu hasil penyidikan Polri terkait jaksa Cirus.

Timur menjelaskan, 17 oknum Polri yang terlibat kasus keluarnya Gayus dari Rumah Tahanan Brimob, Kelapa Dua, Depok, sudah dicopot. Namun, ia tak menjelaskan tindakan kepada petinggi Polri yang diduga terlibat kasus itu.

Secara terpisah, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar di Jakarta, Senin, menjelaskan, Polri merencanakan menggelar sidang kode etik dan profesi terhadap Brigadir Jenderal (Pol) Raja Erizman dan Brigjen (Pol) Edmon Ilyas. Dua perwira tinggi Polri itu diduga terseret kasus Gayus.

”Jadwalnya saya belum tahu,” kata Boy. Ia menambahkan, Raja Erizman dan Edmon Ilyas tidak memiliki jabatan lagi di Polri.

Terkesan lamban
Dalam rapat kerja antara Kepala Polri dan Komisi III DPR, Senin di Jakarta, sejumlah anggota DPR menilai, ada kesan polisi menjadi bagian dari mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan. Kesan ini muncul menyusul lambannya polisi dalam mengusut kasus itu. Padahal, perkaranya sudah amat jelas.

”Sejak awal perkara ini penuh rekayasa. Ada kesan kuat, polisi menjadi bagian dari jaringan mafia kasus Gayus,” kata Sarifuddin Sudding, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat.

Dalam penjelasannya, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo menuturkan, polisi terus menyelidiki dan menyidik kasus Gayus. Dalam pengusutan kasus ini, polisi bekerja sama dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Dari 151 perusahaan yang diduga terkait Gayus, menurut Timur, hanya 44 perusahaan yang urusan pajaknya langsung diurus Gayus. Jika ditemukan penyimpangan terkait perusahaan itu, Polri akan menyidiknya.

Tentang uang Rp 74 miliar dan Rp 28 miliar yang diduga milik Gayus, menurut Kepala Polri, Gayus tak mengakui asal uang itu. ”Namun, polisi harus buktikan, setidaknya (uang) itu merupakan gratifikasi,” kata Kepala Polri.

Mendengar penjelasan ini, Sudding mengatakan, rekening Gayus sebesar Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar itu seharusnya dapat dengan mudah diketahui asalnya karena sudah dijelaskan oleh Gayus di pengadilan.

Aziz Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, juga menilai, penjelasan Kepala Polri sangat datar.

”Capek kita. Kepala Polri jangan terlalu normatif. Pasti ada hasil dari reserse,” ungkap Panda Nababan, anggota Komisi III DPR dari F-PDIP.

Panda dan sejumlah anggota Komisi III lain juga mempertanyakan sulitnya Polri mengusut kasus Gayus. Padahal, Polri sudah membuktikan keandalannya ketika menangani kasus terorisme.

Anggota Komisi III DPR dari F-PDIP lainnya, Topane Gayus Lumbuun, mengingatkan, semestinya tak ada persoalan bagi Polri untuk menuntaskan kasus Gayus. Anggaran Polri sangat besar. Untuk belanja barang pada 2010 saja mencapai Rp 5,8 triliun. Karena itu, tim pengawas berharap penggunaan anggaran itu menjadi transparan.

Namun, Ruhut Sitompul, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, meminta masyarakat percaya kepada Polri dan Kejaksaan dalam mengusut kasus Gayus.

Sebaliknya, Gayus Tambunan, yang divonis tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, mengajukan banding atas putusan itu. Namun, ia tak lagi didampingi advokat Adnan Buyung Nasution. Menurut Buyung, ia tak lagi mendampingi Gayus di tingkat banding.(fer/nwo/har/aik/che/faj/why)
Sumber: Kompas, 25 Januari 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan