Indonesia Kehilangan Rp 22 Triliun Akibat Korupsi [21/06/04]
Indonesia telah kehilangan dana sekitar Rp 22 triliun (US$ 2,3 miliar) akibat korupsi yang dilakukan dalam tiga tahun terakhir.
Juru bicara Kejaksaan Agung Kemas Yahya Rahman mengatakan, jumlah tersebut dihitung berdasarkan kasus korupsi sebanyak 1.198 kasus yang telah diselidiki pihak kejaksaan selama Januari 2002 hingga April 2004. Dari total dana yang dirampok koruptor itu, tuturnya, hanya Rp 1,2 triliun (US$ 127,7 ribu) yang berhasil diselamatkan dan dikembalikan kepada negara. Jumlah yang berhasil diselamatkan masih rendah karena banyak kasus yang masih di dalam proses penyelesaian, kata Kemas seperti dilansir AFP.
Kemas mengatakan, pemerintah tetap berpeluang besar menyelamatkan lagi uang negara dari para koruptor itu, karena sejumlah kasus korupsi sedang dalam proses penyelesaian secara hukum. Namun, Indonesia juga tetap terancam kehilangan uangnya untuk selama-lamanya kendati penyelesaian kasus korupsi telah dilakukan.
Indonesia memang terkenal sebagai salah satu negara yang paling korup di dunia. Sejak bertahun-tahun lamanya, peringkat korupsi Indonesia belum bergeser signifikan ke arah perbaikan. Artinya Indonesia masih saja bertengger di jajaran negara yang paling top korupsinya di dunia. Pada 2003, Transparency International, sebuah lembaga yang mencermati soal korupsi di jagat dunia ini, mengeluarkan rilis indeks persepsi korupsi. Lembaga yang berbasis di Berlin itu melakukan survei di 133 negara. Berdasarkan survei itu, Indonesia, bersama Kenya, merupakan negara paling korup nomor 6 di dunia dari 133. Nilai indeks persepsi korupsi Indonesia adalah 1,9 dari rentang nilai 1-10. Dengan nilai tersebut, Indonesia masuk ranking 122 dari 133 negara yang disurvei.
Bahkan, untuk kawasan ASEAN dan Asia, Indonesia bersama Bangladesh dan Myanmar masuk peringkat atas negara terkorup. Yang menyedihkan, nilai Indonesia lebih rendah dari negara-negara tetangga seperti Papua Nugini (2,1), Filipina (2,5), dan Vietnam (2,4).
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Andrew Steer mengatakan, maraknya korupsi di Indonesia terjadi di berbagai proyek, termasuk proyek-proyek yang dibiayai Bank Dunia. Kami memang menemukan beberapa praktek korupsi dalam proyek Bank Dunia di Indonesia. Tapi, saya tidak bisa memberi angkanya, kata Steer di Jakarta akhir pekan lalu.
Sebelumnya, Bank Dunia pernah mengungkapkan sektor prasarana di Indonesia dipenuhi praktek korupsi dan kolusi. Kedua praktek tersebut mudah ditemukan di semua bidang prasarana yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat, seperti suplai air dan sanitasi, jalan dan transportasi, telekomunikasi dan listrik.
Menurut Steer, Bank Dunia telah mengalokasikan dananya untuk melaksanakan strategi pembangunan di Indonesia sepanjang 2004-2007. Proyek-proyek Bank Dunia yang telah berjalan dan yang akan dilaksanakan di Indonesia meliputi platform nasional dengan dialokasikan dana US$ 500 juta, platform utilitas publik US$ 300 juta, platform pelayanan sampai ke daerah US$ 1.405 juta, dan platform pembangunan masyarakat berkelanjutan US$ 620 juta.
Platform ini kami desain agar dapat memberantas korupsi. Tetapi saya tidak bilang tidak akan ada korupsi dalam proyek Bank Dunia itu nanti, ujarnya.
Steer mengakui di mana pun memang sulit untuk memberantas korupsi. Dia mencontohkan maraknya korupsi yang pernah terjadi beberapa tahun lalu di Vietnam dan Cina, dengan jumlah yang bahkan lebih banyak dibanding di Indonesia saat ini. Namun, kedua negara itu akhirnya terbebas dari belenggu korupsi, karena masyarakat dan kalangan investor melihat pemerintah kedua negara itu serius memberantasnya. Itu yang membedakan dengan korupsi di Indonesia yang entah kapan selesainya, kata dia.
Belum lama ini hasil penelitian lembaga Indonesia Procurement Watch bersama dengan Bank Dunia menemukan telah terjadi kebocoran Anggaran dan Pengeluaran Belanja Negara (APBN) dari sektor pengadaan barang dan jasa untuk publik. Nilainya sangat tinggi hampir mencapai Rp 100 triliun.
Namun, Steer tidak bersedia menanggapi soal itu. Dia hanya mengatakan, Bank Dunia memang selalu menemukan adanya kasus korupsi di setiap proyek yang didanainya. Hanya saja kami belum menemukan adanya kebocoran akhir-akhir ini, katanya.
Indonesia memang tidak tinggal diam dalam menghadapi maraknya korupsi itu. Kendati terbilang telat, Indonesia sudah membentuk Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak awal tahun ini. Steer menyambut positif tindakan pemerintah dengan membentuk KPK. Itu sinyal pemerintah sebenarnya bersungguh-sungguh dalam memberantas korupsi.
Pengamat ekonomi dari CSIS Djisman Simandjuntak mengatakan, pemerintah Indonesia memang harus serius memberantas korupsi, karena itu menghambat minat investor asing masuk ke Indonesia. Di sisi lain, tuturnya, tingginya korupsi akan semakin mengikis daya saing Indonesia. padjar/da candraningrum
Sumber: Koran Tempo, 21 Juni 2004