Incumbent Sementara Unggul

Hasil sementara pemilihan kepala daerah di tanah air ini menunjukkan bahwa calon incumbent (kepala daerah lama yang menyelesaikan tugasnya sebelum pilkada dan turut menjadi calon) keluar sebagai pemenang.

Tidak banyak calon incumbent yang gagal mempertahankan kekuasaannya. Bahkan, di sejumlah daerah, calon incumbent menang mutlak. Perolehan suaranya jauh di atas calon-calon lainnya (non-incumbent)

Apa sebenarnya kekuatan calon incumbent? Pertama, sebagai calon yang baru saja menjabat kepala daerah, mereka diuntungkan oleh pengenalan publik -pemilih- terhadap yang bersangkutan.

Menjabat selama lima tahun sebelumnya merupakan modal besar yang sulit ditandingi calon non-incumbent, terutama dalam penguasaan publikasi. Pemilih telah lama kenal yang bersangkutan sehingga secara emosional terasa lebih dekat dengan pemilih.

Dengan modal tersebut, jika calon incumbent tidak bermasalah selama lima tahun masa jabatannya -apalagi jika yang bersangkutan berhasil memimpin daerahnya- praktis akan sulit dikalahkan calon lain.

Bandingkan, misalnya, dengan calon kepala daerah non-incumbent. Praktis proses pengenalan mereka secara formal terhadap pemilih hanya berlangsung beberapa bulan sebelum masa kampanye.

Jika diukur dari masa kampanye, masa pengenalan calon non-incumbent terhadap pemilih praktis hanya tiga minggu. Apa yang bisa dihasilkan dari waktu tiga minggu untuk meyakinkan pemilih agar percaya dan mau memilihnya dalam pilkada?

Kedua, faktor persuasi. Persuasi yang dapat mempengaruhi perilaku membutuhkan waktu sangat lama. Bagi calon kepala daerah incumbent, masa lima tahun menjabat orang nomor satu di daerah masing-masing merupakan waktu yang memadai untuk memersuasi pemilih agar memilihnya dalam pilkda.

Sebaliknya, calon kepala daerah non-incumbent mustahil memiliki waktu yang sebanding dengan calon incumbent untuk dapat melakukan persuasi terhadap pemilih.

Hal itu seharusnya dijadikan pelajaran bagi siapa pun yang ingin maju menjadi calon kepala daerah, terutama dalam hal memanfaatkan iklan kampanye di media cetak.

Maksudnya, iklan kampanye tidak banyak manfaatnya meskipun dilakukan calon kepala daerah dengan gencar dan intensitas penayangan yang tinggi. Mengapa? Ya, karena itu tadi. Pesan-pesan iklan kampanye tidak akan dapat mempengaruhi pemilih dalam waktu singkat.

Lalu, apakah calon non-incumbent tidak memiliki peluang sama sekali? Bergantung pada kualitas personal, popularitas, dan kualifikasinya. Dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki calon incumbent, maka siapa pun yang ingin maju menjadi calon kepala daerah seharusnya memiliki keistimewaan yang luar biasa.

Jadi, mustahil calon yang biasa-biasa saja, apalagi tidak memiliki kualitas sama sekali, dapat memenangkan pilkada. Anehnya, banyak calon yang biasa-biasa saja, bahkan yang tidak berkualitas sama sekali, tetap maju dengan spekulasi. Mereka tahu sebenarnya peluangnya tipis, tetapi nekat maju dengan menghambur-hamburkan uang.

Tulisan ini merupakan tajuk rencana Jawa Pos, 5 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan