Iklan Dukungan Kenaikan BBM Tak Beda dengan Iklan Sampo

Sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat, peneliti, serta pengajar perguruan tinggi menggelar jumpa pers hari Sabtu lalu di Jakarta. Mereka memprotes iklan Freedom Institute yang berisi dukungan pengurangan subsidi bahan bakar minyak, yang di dalamnya mencantumkan sejumlah nama tokoh masyarakat.

Kritik atas iklan tersebut disampaikan staf pengajar Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Andrinof A Chaniago kepada wartawan di Jakarta. Namun, Direktur Eksekutif Freedom Institute Rizal Mallarangeng yang dihubungi secara terpisah, Senin (28/2), mengatakan, tidak ada yang aneh dengan iklan berisi dukungan beberapa tokoh terhadap rencana pemberlakuan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Dalam jumpa pers, Andrinof mengatakan, selain dikhawatirkan berdampak menyesatkan terutama pada proses pembuatan kebijakan menaikkan harga BBM, iklan itu juga dicurigai sebagai upaya pemerintah memprakondisikan kebijakan yang dipastikan akan ia keluarkan itu. Kami khawatir iklan dukungan ini sekadar menjadi iklan politik, yang tidak bertujuan membantu masyarakat dan pembuatan kebijakan publik yang baik, ujar Andrinof.

Sudah biasa
Menurut Rizal, iklan seperti itu sudah biasa dilakukan di negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), di mana sejumlah pakar, penulis, atau pelaku kebijakan bersama-sama membeli ruang (space) halaman iklan di surat kabar untuk menyampaikan pendapat maupun dukungan mereka. Kalau orang boleh mengiklankan produknya, seperti sampo, misalnya, mengapa kaum intelektual tidak boleh mengiklankan pikiran mereka. Iklan kan bermacam-macam, orang meninggal saja kalau sanggup, keluarganya bisa membeli space sampai satu halaman dan itu tidak masalah, kata Rizal.

Dengan begitu, menurut dia, secara prinsipiil tidak ada yang berbeda antara iklan dukungan Freedom Institute dan iklan komersial sampo karena keduanya sama-sama bertujuan menyampaikan pendapat.

Hal itu tidak bertentangan dengan kaidah demokrasi karena di negara seperti AS pun hal serupa dilakukan. Toh pada akhirnya semua diserahkan kepada pembaca untuk setuju atau tidak setuju. (dwa)

Sumber: Kompas, 1 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan