Ideologi Penegak Hukum

Penanggulangan korupsi senantiasa berkorelasi dengan variabel ideologi penegak hukum (polisi, advokat, jaksa, dan hakim). Dalam menegakkan hukum atas koruptor, para penegak hukum selalu dihadapkan pilihan nilai kebenaran hukum dan keadilan.

Pada hakikatnya, tujuan utama profesional penegak hukum bersifat altruistik, tidak individualistis atau egoistik. Sebagai aparat negara, dasar kewenangan hukumnya berasal dari kedaulatan rakyat. Maka, masyarakat berhak mengevaluasi kualitas komitmen, menggugat, mengontrol, dan memberi respons tingkah laku yang terkait tingkah laku hukum (legal behavior) dan tingkah laku di sidang pengadilan (courtroom behavior) para penegak hukum.

Ihwal korupsi, kontrol, dan respons terhadap penegak hukum bisa berupa respek sosial, apresiasi kewibawaan moral, penghargaan simbolik, dan lainnya. Respons negatif berupa sanksi moral, kekecewaan sosial, gugatan hukum, dan lainnya. Bagi Michael I Reed, ideologi profesionalisme dilihat sebagai pemberi jalan untuk strategi dan bentuk profesionalisme.

Pemberantasan korupsi
Dalam pemberantasan korupsi, ideologi penegak hukum yang harus diandalkan adalah preferensi aksiologis (pilihan nilai) terbaik yang wajib dipertanggungjawabkan kepada kebenaran ilmu, nurani, common sense, dan rasa keadilan masyarakat.

Ideologi penegak hukum merupakan perangkat lunak penegakan hukum. Hingga awal 2006, gambar Indonesia dalam angle korupsi masih buram. Potret mengerikan korupsi di Indonesia tidak lepas dari ideologi penegak hukumnya.

Dalam kunjungan ke Mahkamah Agung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak hakim dan pejabat negara bersinergi melawan, mematahkan mitos dan persepsi, seluruh sistem negara Indonesia, termasuk lembaga peradilan, rusak dan korup (Kompas, 21-12-2005). Ajakan itu menuntut sistem hukum bersukma keadilan dan berspirit kerakyatan serta sistem penegakan hukum yang egaliter.

Untuk meraih impian presiden, penegasan ideologi penegak hukum dalam melawan korupsi dapat dilakukan tanpa menunggu proses lama. Lihat, ketegasan sanksi hukum di China, sikap lawyer di Filipina yang komit melacak harta negara yang dikorup mantan Presiden Marcos.

Pemberantasan korupsi menuntut kejuangan dan komitmen altruistik terhadap nasib rakyat yang menderita, martabat bangsa yang merosot akibat predikat negara terkorup, kembalinya uang negara yang dicuri koruptor, citra kepala negara atau pejabat dalam forum internasional, serta tanggung jawab terhadap generasi bangsa di masa datang. Korupsi merupakan kejahatan dari kejahatan yang selalu dan terus menggerogoti anyaman peradaban bangsa dan membuat martabat negara terpuruk di mata internasional.

Penataan ideologi
Korupsi di Indonesia sudah dalam stadium extra ordinary crimes. Upaya pemberantasan dengan penataan pilihan-pilihan nilai dari para penegak hukum. Dalam hal ini, para penegak hukum dituntut memiliki kecerdasan moral, kearifan intelektual, dan kesadaran spiritual dalam menyidik, menuntut, dan mengadili perkara korupsi, terutama korupsi yang berdimensi politik dan mendatangkan kerugian besar bagi rakyat secara ekonomis.

Penataan ideologi penegak hukum menuntut persemaian nilai-nilai berkelanjutan, di fakultas hukum, pendidikan institusional (organisasi advokat, kejaksaan maupun lembaga pengadilan). Di negara-negara yang mapan sistem dan lembaga peradilannya, ada pendidikan lanjut bagi penegak hukum, antara lain Continuing Legal Education (CLE) yang meningkatkan kemampuan teknis penerapan hukum (legal technical capacity) serta memberi batu asah guna mempertajam kepekaan moral dalam menegakkan keadilan.

Ideologi penegak hukum akan tercermin dari pilihan nilai yang dipakai dalam menyelesaikan korupsi. Pada saat sama, penegak hukum akan menggunakan pilihan hukum dan sanksi yang dinilai tepat bagi koruptor.

Di sisi lain, pemberantasan korupsi akan gagal jika penegakan hukum yang dilakukan tidak mengandung kebenaran dan keadilan bagi rakyat. Atau jika ideologi para penegak hukum tidak memiliki nilai dan bias nurani yang menimbulkan derita rakyat. Seperti saat ini, negara dirugikan dan rakyat menderita akibat korupsi yang sistemik dan meluas.

Ideologi penegak hukum senantiasa berinteraksi dengan watak dan sistem penegakan hukum. Dalam keadaan paling buruk, penegak hukum yang memiliki integritas kepribadian dan ideologi hukum yang benar, akan menjatuhkan pilihan hukum yang berkualitas summum bonum atau pilihan terbaik.

Artidjo Alkostar Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII)/Mantan Direktur LBH Yogyakarta

Tulisan ini disalin dari Kompas, 18 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan