Ide Merombak KPK Melanggar Undang-Undang

Usulan untuk merombak kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai sebagai ide yang menyesatkan dan melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Tidak ada satu klausul pun yang memberikan kewenangan kepada Presiden ataupun DPR untuk merombak kepemimpinan KPK.

Hal itu diungkapkan oleh Peneliti dari ICW, Febri Diansyah, kepada Kompas di Jakarta, Jumat (28/8), menanggapi pernyataan Wakil Ketua Bidang Kesra DPP Partai Demokrat Taufan Hunneman yang meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merombak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

”Pernyataan kader Partai Demokrat ini bukan sekali ini terjadi, dulu juga pernah ada kader Partai Demokrat yang meminta KPK dibubarkan. Kami jadi mempertanyakan komitmen Partai Demokrat terhadap pemberantasan korupsi,” kata Febri.

Partai Demokrat selama ini telah mengklaim prestasi KPK dalam memberantas korupsi sebagai prestasi Partai Demokrat, terutama dalam kampanye pemilu legislatif yang lalu. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sudah mencanangkan program pemberantasan korupsi.

”Ini jadi aneh, kok ada kader-kader Partai Demokrat yang mengeluarkan pernyataan yang tidak sejalan dengan komitmen Partai Demokrat terhadap pemberantasan korupsi,” kata Febri.

Febri juga mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak usah mencari pengganti Antasari sebagai pimpinan KPK. Sebab, hal ini akan menimbulkan kesibukan baru bagi pemerintah untuk membentuk panitia-panitia seleksi bagi pimpinan KPK jika masa kepemimpinan KPK tidak bersamaan habis masa jabatannya.

Hal senada diungkapkan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchtar. ”Jabatan pimpinan KPK itu empat tahun. Kalau sekarang dicari satu orang, orang ini berakhir masa jabatannya tidak bersamaan dengan empat orang yang lainnya di tahun 2011. Jadi, Presiden akan membentuk panitia seleksi di tahun 2012. Bagaimana jika ada pimpinan KPK yang ditangkap lagi, bisa-bisa pemerintah dan DPR disibukkan untuk membentuk panitia seleksi untuk memilih pimpinan KPK,” kata Zainal.

Problem lain yang menjadi alasan untuk tidak mencari pengganti Antasari adalah proses seleksi kelayakan dan kepatutan di DPR. Zainal mengatakan, jika proses seleksi di DPR masih buruk, tidak ada seorang pun yang bisa menjamin proses seleksi di DPR tidak akan menghasilkan orang-orang bermasalah. (VIN)

Sumber: Kompas, 31 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan