ICW Setorkan Bukti Baru Kasus Korupsi Dana Haji ke KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini punya segebok bukti untuk menyelidiki dugaan penyimpangan pemanfaatan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Dana Abadi Umat (DAU). Kemarin Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menyetorkan data tambahan temuan tersebut kepada KPK.

Bukti itu berupa detail dana yang mengalir ke kantong Menteri Maftuh Basyuni. Rinciannya, mulai tunjangan fungsional hingga biaya perawatan kolega dekat orang nomor satu di Departemen Agama (Depag) itu. Segebok data baru itu merupakan tambahan data yang sudah diserahkan para aktivis ICW akhir Desember 2008 lalu. Kemarin para aktivis langsung menyerahkan bukti tambahan itu kepada Wakil Ketua KPK Moch Jasin.

Bukti tambahan itu terbagi dalam dua bagian, yakni aliran dana BPIH dan DAU. Data ICW itu mengungkapkan bahwa Maftuh menerima aliran dana BPIH untuk dua kali ongkos perjalanan ke Arab Saudi, yakni pertengahan Februari dan awal April 2005. Masing-masing USD 5 ribu. BPIH juga membiayai ongkos transportasi menteri selama di Tanah Suci, yakni dari Riyadh ke Jeddah, senilai USD 1.300. Dari aliran BPIH, total menteri menerima Rp 173 juta.

''Banyak dana yang mengalir ke Menag. Saya juga mempertanyakan ada apa Menag lebih sering ke Arab Saudi. Urusan haji seharusnya banyak diselesaikan di tanah air," jelas Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan di gedung KPK kemarin.

Sedangkan aliran DAU, selama periode November 2004 hingga Mei 2005, Maftuh diduga menerima dana total Rp 534.353.772. Itu termasuk tunjangan fungsional selama enam bulan. Besarnya berbeda-beda. November dan Desember masing-masing dana yang diterima Rp 15 juta. Namun, sejak Januari hingga April 2005, jumlahnya menyusut menjadi Rp 5 juta.

Menurut Ade, Badan Pengelola (BP) DAU juga mengalirkan dana taktis untuk Maftuh dalam sejumlah perjalanan ke luar negeri. Di antaranya, untuk bepergian ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Mesir, Arab Saudi, dan Vatikan USD 32.500 serta Rp 48 juta. ''DAU itu juga dipakai untuk beragam kegiatan. Biaya pengobatan teman dekat (Z.A. Maulani) sampai open house (Lebaran)," ucapnya. Yang ini, lanjut dia, dana yang tersedot sekitar Rp 85 juta.

Menurut Ade, pengucuran dana tersebut juga memiliki dasar, yakni Kepmen No 32 Tahun 2005. "Yang menjadi permasalahan, menteri juga membuat aturan soal aliran dana ke menteri," jelasnya.

Selain melaporkan dugaan aliran dana BPIH dan DAU, ICW menuntut pengembalian dana kepada jamaah senilai Rp 4,8 juta per jamaah. Dana tersebut merupakan penghematan biaya yang timbul dari menurunnya harga avtur. Biaya penerbangan merupakan komponen biaya yang mengakibatkan ongkas haji merangkak naik dari tahun ke tahun. Perhitungan ICW, ada dana sekitar Rp 878 miliar yang harus dibagikan kepada para jamaah.

Wakil Ketua KPK Moch Jasin mengungkapkan akan menindaklanjuti tambahan bukti itu. "Tadi kami sudah terima bersama bagian pengaduan masyarakat. Kami akan melakukan kroscek kepada Depag," jelasnya.

Untuk menyelidiki temuan itu, kata Jasin, KPK juga telah membentuk tim khusus yang fokus mengkaji persoalan haji. "Kami akan menindaklanjutinya," jelasnya. Sebab, menurut Keppres 22/2001 tentang BP DAU, alokasi dana itu seharusnya untuk pendidikan, dakwah, kesehatan, dan sosial keagamaan. Namun, Jasin tidak menjanjikan kapan pengkajian tim akan dipaparkan ke publik. "Tidak ada batas waktu, kami terus pelajari," tambahnya.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Agama (Depag) Masyhuri mengatakan, pihaknya tak akan memberikan komentar teknis terhadap pelaporan ICW tersebut. Namun, dia menegaskan agar ada ketelitian dalam membedakan tahun penggunaan DAU itu. ''Saya yakin sejak Pak Maftuh menjabat pada Mei 2005 justru manajemen pengelolaan DAU lebih terstruktur dan akuntabel,'' bela Masyhuri.

Menurut dia, selama ini Depag memang sudah "kapok'' dan tidak akan mudah mengutak-atik uang yang telah menjebloskan mantan Menteri Agama Said Agil Munawwar dan Sekjen Depag Taufik Kamil tersebut. Untuk itu, ketika ICW mulai intens melaporkan dugaan korupsi tersebut, Maftuh sudah menginstruksi jajarannya agar tidak reaktif dan memberikan kesempatan KPK untuk bekerja. (git/zul/agm)

Sumber: Jawa Pos, 7 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan