ICW Sarankan Pendanaan Langsung

Isu anggaran pendidikan hanya untuk menambah utang.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki menyarankan agar pemerintah menggunakan sistem pendanaan langsung atau subsidiary budgeting system jika belum mampu memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

Langkah itu memungkinkan semua anggaran pendidikan dapat langsung diterima oleh penerima manfaat pendidikan, yaitu sekolah, guru, dan siswa, tanpa harus melalui jalur birokrasi yang panjang dan berbelit. Kebijakan tersebut, kata Teten, juga bisa mencegah kemungkinan terjadinya tarik-menarik kepentingan dalam proyek-proyek besar pengadaan barang dan jasa.

Kalau pengadaannya diserahkan kepada sekolah, tidak akan ada yang tertarik karena tendernya recehan dan menyebar dengan berbagai kebutuhan, tutur Teten kepada Tempo di kantornya kemarin.

Tahun ini anggaran pendidikan cuma 9,1 persen atau setara dengan Rp 36,8 triliun, jauh di bawah yang diwajibkan konstitusi sebesar 20 persen. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah saat ini sangat sulit memenuhi amanat konstitusi karena dana tambahan yang dibutuhkan mencapai Rp 40 triliun.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, skenario yang paling mungkin hanya dengan menambahkan anggaran untuk pendidikan maksimal Rp 5 triliun atau sekitar 10 persen dari belanja pusat. Pemerintah akan membahasnya dengan Panitia Anggaran DPR.

Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR Heri Akhmadi menilai pemerintah melontarkan isu pendidikan, khususnya tentang anggaran pendidikan, justru untuk menambah utang. Dia menyesalkan pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian Boediono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan tidak mampu memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen.

Tolong diperiksa kembali, kemarin pemerintah menyatakan menemukan anggaran sebesar Rp 34,9 triliun. Dari mana itu sumbernya? ujar politikus dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Menurut Heri, kenaikan anggaran pendidikan dan efisiensi penggunaan anggaran pendidikan tidak menjamin pemerintah menyubsidi listrik atau mengurangi utang. Dampak dari tidak terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20 persen ini, kata dia, akan sangat terasa pada implementasi Undang-Undang Guru dan Dosen.

Sebab, saat ini, terdapat 1,8 juta guru yang kualitasnya masih rendah dan tidak memenuhi standar pendidikan minimum. Untuk meningkatkan kemampuan mereka, diperlukan anggaran sekitar Rp 30 triliun. Nanti Undang-Undang Guru dan Dosen ini bisa menjadi undang-undang gawat darurat bagi guru dan dosen, ujarnya.

Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional Dodi Nandika menegaskan anggaran pendidikan bukan satu-satunya hal yang menentukan sukses-tidaknya pendidikan di Indonesia. Itu hanya salah satu komponen, katanya.

Anggaran pendidikan yang tinggi, kata dia, tidak akan ada artinya jika tidak dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan baik. Dia optimistis anggaran pendidikan 20 persen bisa terwujud sesuai dengan amanat UUD 1945. RINI KUSTIANI

Sumber: Koran Tempo, 9 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan