ICW Perlu Perkuat Basis Massa

Organisasi masyarakat sipil membutuhkan dukungan dari masyarakat luas agar eksistensi tetap terjaga. Selama ini, kecenderungan organisasi nonpemerintah terlalu tergantung kepada lembaga donor, utamanya donor luar negeri.

Keterlibatan masyarakat dalam gerakan yang lebih luas juga akan menguatkan posisi tawar serta mempermudah perluasan informasi sehingga proses demokratisasi di masyarakat dapat lebih maksimal didorong. Indonesia Corruption Watch (ICW), sebagai sebuah organisasi independen yang bergerak dalam isu antikorupsi, harus lebih melibatkan masyarakat dalam kerja-kerja advokasinya. Demikian disampaikan Dr Raden Siliwanti, direktur Politik dan Komunikasi badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam diskusi internal di kantor ICW, Kalibata Timur, Jakarta, Kamis (24/3/2011).

Siliwanti, yang mengambil ICW sebagai salah satu bahan studi kasus dalam disertasinya yang berjudul "Peran dan Kapasitas Masyarakat Sipil dalam Era Konsolidasi Demokrasi di Indonesia Studi Kasus ICW dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)" mengatakan, ICW perlu merekrut lebih banyak masyarakat untuk bergabung dalam gerakan ICW. Dari penelitiannya selama kurun waktu 2008, Siliwanti melihat ICW masih terlampau eksklusif dan bergerak hanya dengan para mitra kerja yang jumlahnya terbatas. "Itupun sebenarnya sudah cukup mendorong proses demokratisasi. Tapi akan lebih baik ketika lebih melibatkan unsur masyarakat, meskipun tentu saja akan berpengaruh terhadap pola komunikasi internal," katanya.

Siliwanti mengatakan, dengan pola gerakan yang masih "elitis", gerakan antikorupsi tidak akan berkembang sampai di masyarakat bawah. Namun, kata dia, ICW telah melakukan perubahan berarti ketika mulai melibatkan peran orangtua siswa dan guru untuk turut mengawasi dana pendidikan. ICW juga dinilai berhasil meraih dukungan masyarakat ketika membentuk Divisi Kampanye dan Penggalangan Dana Publik pada tahun 2010.

Selain penguatan basis massa, ICW juga didorong untuk mencoba cara-cara pendekatan lain untuk mempengaruhi kebijakan publik. Pasalnya, upaya ICW yang mengandalkan pendekatan kepada pucuk pimpinan saja tidak cukup. Dia mencontohkan, tidak ada perubahan kebijakan mendasar di bidang pendidikan kendati telah berkali-kali ICW memberikan advokasi pendidikan kepada Menteri Pendidikan. "Sejak zaman Bambang Sudibyo sampai M Nuh, hampir tidak ada masukan ICW yang dipertimbangkan oleh Kemendiknas. Ini artinya, pendekatan terhadap Mendiknas saja tidak cukup, harus mendorong sampai ke level pelaksana," tukas Siliwanti.

Doktor Siliwanti juga mencatat, kampanye dan advokasi melalui media yang selama ini menjadi salah satu cara ICW jangan sampai menimbulkan ketergantungan. Media, kata dia, tidak selalu dapat diandalkan karena umumnya media punya agenda tersendiri sesuai kebijakan kantor. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan