ICW Minta Parpol Laporkan Keuangannya

Senin (14/1), ICW melakukan sidang ajudikasi di Komisi Informasi Pusat (KIP) di Jakarta terkait permohonan informasi program kerja dan laporan keuangan partai politik (parpol) kepada sembilan parpol yang duduk di parlemen yaitu PKB, PKS, Golkar, Demokrat, PDI-P, PPP, PAN, Hanura, dan Gerindra.


Sidang dilakukan dengan parpol yang belum bersedia memberikan laporan yang diminta. Senin lalu, dilakukan dua sidang terpisah dengan masing-masing termohon Partai Demokrat dan PPP. Partai Demokrat tidak hadir, namun sidang tetap berjalan. Sidang kedua dihadiri termohon PPP yang diwakili oleh anggota Lembaga Bantuan Hukum Dewan Perwakilan Provinsi Partai Persatuan Pembangunan (LBH DPP PPP), Syamsul Bahri.

Sejak April tahun lalu, ICW meminta informasi program kerja dan laporan keuangan ke sembilan partai politik nasional. Dari April hingga Juli, hanya 6 partai politik yang mau memberikan informasi. Dari enam parpol pun, hanya PKS, Golkar dan PKB yang laporannya sudah ada. PDI-P dan Hanura baru berjanji ingin memberikan, Gerindra mengaku laporan keuangan belum selesai diaudit. Ada tiga partai politik yang sama sekali tidak mau memberikan informasi yaitu PAN, PPP, dan Demokrat. Dalam mekanisme UU KIP, ketika permintaan tidak dipenuhi, maka kemudian para pihak dalam hal ini ICW sebagai pemohon dan parpol sebagai termohon, masuk ke prosedur mediasi. Jika mediasi gagal, maka para pihak masuk ke tahap sidang ajudikasi.

Syamsul mengaku bahwa audit keuangan PPP yang dananya berasal dari partai, belum selesai dikerjakan sehingga belum bisa diberikan. Sementara audit keuangan PPP yang dananya berasal dari APBN belum sempat ditandatangani oleh ketua umum sehingga juga belum bisa diberikan. Lagipula, PPP merasa jika keuangannya sudah diaudit BPK maka sudah cukup. Namun Syamsul mengatakan bahwa pada sidang selanjutnya, laporan keuangan dan laporan program kerja PPP akan dibawa. “Insyaallah kami bawa, Yang Mulia,” jawab Syamsul pada Ketua Majelis Hakim.

“Kalau melihat perkembangan, tidak ada itikad baik dari termohon untuk menjelaskan apa keberatan sehingga tidak mau menjelaskan mengapa tidak mau berikan informasi tersebut,” kata peneliti ICW Abdullah Dahlan. Ia menegaskan bahwa laporan program kerja dan keuangan parpol penting untuk menjadi informasi yang bisa diketahui masyarakat. “ICW sebagai bagian dari masyarakat ingin mendorong proses transparansi dan akuntabilitas parpol. Laporan keuangan maupun program kerja parpol sebenarnya bukan hanya untuk anggota dan pengurus parpol, namun masyarakat juga berhak tahu. Pada akhirnya, kami ingin proses ini berkelanjutan. Bahwa transparansi dan akuntabilitas menjadi dua aspek yang melembaga dalam parpol sebagai badan publik,” jelas Abdullah.

Menurutnya, secara umum ia melihat tidak banyak parpol secara kelembagaan sudah melakukan institusionalisasi keterbukaan. “Maksudnya, mereka melembagakan aspek keterbukaan laporan. Misalnya, laporan ada, lalu diunggah ke website, akses publik ada ke situ, ada pihak yang diberi tugas untuk mengelola informasi itu. Parpol itu kelihatan belum siap secara umum untuk melakukan pelembagaan keterbukaan.”

Membangun kepercayaan (trust) terhadap parpol harus dimulai dari dimensi transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol. Alasan lain yang mendorong ICW mendukung keterbukaan ini adalah bahwa parpol berperan penting sebagai institusi yang melahirkan calon pejabat publik. Sehingga dalam mengelola partai, harus jelas bagaimana pengelolaan, sumber dana, dan peruntukan dana tersebut. Keterbukaan juga menjadi ruang yang positif dalam mencegah praktek-praktek korupsi.

“Parpol ini badan publik. Dalam UU KIP, badan publik memiliki konsekuensi yang terikat, termasuk keterbukaan program kerja dan anggaran. Yang kedua, ini mendorong parpol sebagai badan publik untuk lebih transparan dan akuntabel tentang pengelolaan keuangan maupun program kerja parpol,” jelas Abdullah lebih lanjut, “terutama parpol yang sudah resmi sebagai partai di parlemen. Apalagi dikaitkan dengan parpol yang akan mengikuti kontestasi Pemilu 2014. Tahun depan, dana kampanye akan semakin meningkat. Itulah mengapa penting kami mendorong keterbukaan ini.”

ICW memakai institusi KIP karena undang-undang ini memberikan ruang untuk memberi jaminan kepada publik akan hak keterbukaan informasi. Seringkali publik diabaikan, tidak diberikan dan selesai begitu saja, saat meminta informasi. Tidak ada langkah mitigasi maupun non mitigasi untuk mendapatkan informasi.

Di beberapa negara, aspek disclosure yang membuka diri soal political finance partai menjadi kewajiban untuk menunjukkan bahwa partai memiliki integritas dalam pengelolaan. “Contohnya kampanye Barack Obama, bahkan uang 5 dolar yang masuk ke dalam kas pendanaan pemilu pun mereka laporkan,” tukas Abdullah.

Abdullah mencontohkan bahwa di setiap negara bagian di Amerika Serikat, komisi pemilunya mempublikasikan parpol yang punya pengelolaan keuangan yang baik. Ini menunjukkan aspek pengelolaan keuangan yang transparan menjadi penting untuk membangun parpol yang sehat.

Secara umum, gerakan yang dilakukan ICW ini adalah inisiatif masyarakat sipil untuk reformasi kepartaian dan membangun lembaga partai politik yang sehat, demi berjalannya proses politik yang lebih bertanggungjawab. Proses sidang ajudikasi ini masih akan berlanjut. Pada akhirnya publik dapat menilai, parpol mana yang memiliki keterbukaan informasi tentang program kerja dan keuangannya. Partai politik harus lebih dulu dapat dipercaya untuk membawa suara berharga publik di kancah politik nasional, apalagi menjelang Pemilihan Umum 2014.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan