ICW Minta Biaya Haji Dibuka
LSM berharap bisa ikut memantau pelaksanaan haji.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Departemen Agama membuka informasi biaya haji secara online. "Ini langkah yang paling konkret untuk transparansi anggaran," kata Koordinator Divisi Monitoring Publik Indonesia Corruption Watch Ade Irawan kemarin.
Pernyataan ini menanggapi ajakan Departemen Agama yang siap berbicara terbuka dengan ICW soal biaya penyelenggaraan haji (Koran tempo, 16 Juli 2009). Sikap Departemen Agama itu disampaikan setelah ICW melaporkan dugaan penggelembungan biaya haji ke Komisi Pemberantasan Korupsi dua hari sebelumnya.
Ade menyatakan siap membuka dugaan penggelembungan biaya haji versi ICW. "Kami ingin forum terbuka dengan melibatkan publik," ujarnya. Alasannya masalah ini perlu diketahui oleh publik yang selama ini sangat berkepentingan dengan transparansi biaya haji.
Tapi ia lebih memilih menyarankan Departemen Agama untuk membuka informasi seluas-luasnya melalui situs web. "Ini kan jauh lebih murah dan bisa dilihat masyarakat," kata dia. Ade menilai Departemen Agama selama ini belum melakukan langkah perbaikan riil terkait dengan biaya haji.
Lembaga swadaya masyarakat, seperti Forum Reformasi Haji, berharap bisa ikut memantau pelaksanaan haji. Selama ini pemantauan haji oleh masyarakat terbatas hanya dengan membandingkan harga komponen haji dari negara-negara tetangga, "Supaya bisa ketahuan jelas selisih riilnya penggunaan anggaran," kata Ketua Forum Reformasi Haji Ade Marfuddin kemarin.
Secara formal, selama ini pengawasan haji dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat Jenderal Departemen Agama, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Seharusnya, kata dia, masyarakat, antara lain melalui LSM, diberi akses mengawasi kinerja Departemen Agama dalam pelaksanaan haji.
Ade menambahkan, sikap tidak transparan Departemen Agama merupakan akibat dari monopoli departemen itu dalam menyelenggarakan haji. Tak hanya sebagai pelaksana, Departemen Agama juga merangkap sebagai pembuat kebijakan sekaligus pengawasnya. Seharusnya fungsi-fungsi tersebut dipisahkan dan Departemen Agama cukup menjadi regulator dan pengawas, sehingga sanksi terhadap pelaku pelanggaran dalam proses penyelenggaraan haji bisa lebih tegas.
Dengan sistem haji yang ada saat ini, kata dia, masyarakat dirugikan. Meski pelayanan haji tidak maksimal, masyarakat tidak ada pilihan lain. "Masyarakat mana ada yang kapok? Tiap tahun peminat haji tetap ada," katanya.
Dia menilai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji harus diamendemen secara total. Penyelenggaraan haji tidak boleh dimonopoli oleh Departemen Agama. Pengawasannya juga harus diperkuat agar masyarakat tak dirugikan. Dianing Sari | Aqida Swamurti
Sumber: Koran Tempo, 21 Juli 2009
-------------------
Dugaan Korupsi Dana Haji Rp1,69 Triliun Segera Diselidiki
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) segera membawa kasus dugaan korupsi dana haji oleh Departemen Agama (Depag) ke tingkat penyelidikan. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1426-1429 H atau periode keberangkatan 2005-2008 diduga telah dimanipulasi hingga mencapai Rp1,69 triliun.
"Laporan keterangan dan bukti telah selesai dianalisis. Tinggal menunggu turunnya surat perintah penyelidikan,"kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto saat dihubungi Jurnal Nasional, Senin (20/7). Namun, Bibit belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai penyelidikan termasuk siapa saja pihak Depag yang akan dipanggil untuk pemeriksaan. "Tunggu saja nanti," katanya.
Keterangan kepala penanggung jawab penindakan di KPK tersebut juga diamini oleh pelapor dugaan mark up BPIH, Indonesian Corruption Watch (ICW). "Kita sudah dapat laporan kalau kasusnya sudah masuk ke bagian penindakan," kata Wakil Koordinator ICW, Emerson Juntho.
Sebelumnya, LSM antikorupsi itu sudah beberapa kali menyambangi KPK untuk melaporkan temuan mereka tentang mark up BPIH dan manipulasi Dana Abadi Umat (DAU). Dalam laporannya, ICW meminta KPK memeriksa Menteri Agama Maftuh Basyuni untuk diminta pertanggung jawaban dalam transparansi biaya haji.
Berdasarkan data ICW, dugaan mark up biaya haji meliputi biaya penerbangan serta biaya operasional di dalam negeri dan luar negeri seperti pemondokan dan layanan catering. Misalnya saja dalam penetapan biaya penerbangan pada tahun 2007. Harga avtur pada tahun 2007 senilai US$75,30 per barel namun saat itu BPIH yang dibebankan ke jemaah sebesar US$1.327. Sedangkan pada tahun 2008 ketika avtur di angka US$60 per barel, jemaah justru diharuskan membayar US$1.867. Maka, terdapat selisih biaya penerbangan sekitar US$500 per jemaah.
ICW menyambut positif langkah KPK dalam mengambil langkah penindakan terhadap kasus dana haji ini. Emerson pun berharap agar KPK tidak tebang pilih dalam menangani kasus di departemen yang menjadi penyangga moral umat tersebut.
"Tidak usah ragu-ragu kalau buktinya sudah kuat. Tidak perlu menunggu yang bersangkutan pensiun dulu," ujar Emerson. [by : Melati Hasanah Elandis]
Sumber: Jurnal Nasional, 21 Juli 2009