ICW: KPK Harus Telusuri Perusahaan Penunggak Pajak Migas

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini melansir daftar 14 perusahaan migas penunggak pajak. Tidak berhenti sampai disitu, KPK dinilai harus segera menindaklanjuti temuan itu.

Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, dalam jumpa pers di sekretariat ICW, Senin (18/7/2011) mengatakan, permasalahan pembayaran pajak ini sudah terjadi sejak lama. Bahkan, menurut perhitungan ICW dari hasil audit BPK, nilai tunggakan pajak perusahaan minyak dan gas hingga 2010 mencapai US$ 583,006 juta. Jumlah ini didapat dari perhitungan tunggakan pajak dari 33 perusahaan migas yang bertindak sebagai operator.

Firdaus meminta KPK segera bergerak mengusut tuntas pengemplang pajak. "Jangan hanya berhenti pada pengumuman daftar nama perusahaan penunggak pajak. KPK harus masuk, mengawasi penunaian kewajiban pajak serta menindaklanjuti apabila ditemukan adanya upaya penyuapan dalam penyelesaian kewajiban pajak," kata Firdaus.

Menurut Firdaus, permasalahan utama sengketa pajak antara perusahaan migas dan pemerintah berawal dari penafsiran pajak. Padahal, menurut Firdaus, perhitungan pajak sebenarnnya sederhana. Yakni, perusahaan migas dibebani Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) ditambah Pajak Dividen dan Royalti, sehingga secara umum misalnya dalam PSC (Production Sharing Contract standar) total pajak yang harus dibayar adalah 44 persen. Sementara, pajak PPN, PBB dan PDRD, dibayar oleh negara dengan mengambil dana dari bagian penerimaan migas. "Dari sisi perhitungan sederhana. Sekarang tinggal bagaimana keinginan negara untuk menyelesaikan tunggakan pajak ini," tukas Firdaus.

Di tengah semakin menipisnya cadangan migas, seharusnya negara bersikap lebih tegas menangani para penunggak pajak. Negara seyogyanya mengikuti "hukum pasar" , yakni memilih kontraktor yang memberikan keuntungan terbesar untuk kepentingan negara. Bukannya malah semakin mempermudah dan memperkecil bagian penerimaan negara dari migas.

Koordinator ICW Danang Widoyoko berpendapat senada. Menurut Danang, posisi pemerintah sangat penting dalam penyelesaian piutang pajak ini. Tunggakan pajak sejak 2008, membuktikan posisi pemerintah lemah dibanding para kontraktor. "Bisa jadi karena tekanan pihak asing atau terjadi praktik korupsi sehingga melemahkan posisi tawar. KPK perlu masuk untuk melihat ada apa di balik masalah tunggakan pajak ini," pungkas Danang. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan