ICW: Fungsi Koordinasi Supervisi KPK Perlu Diperkuat

Fungsi koordinasi dan supervisi terhadap aparat penegak hukum merupakan tugas strategis yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupai (KPK), selain penyidikan dan penuntutan. Sayang, pada praktiknya, fungsi ini belum maksimal dilaksanakan KPK karena berbagai sebab.

Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, mengatakan, fungsi koordinasi-supervisi KPK belum efektif karena belum menjadi prioritas. Fungsi ini baru dilembagakan dalam sebuah unit kerja pada 2010 dengan sumberdaya terbatas. Selain itu, koordinasi dan supervisi masih dilakukan kasus perkasus, belum terbentuk sistem kerja bersama yang efektif antara KPK, Kejaksaan dan Polri.

"Masih ada ego sektoral yang muncul dari masing-masing lembaga, utamanya untuk kasus-kasus tertentu," tukas Febri dalam audiensi ICW, UNODC bersama jajaran pimpinan KPK yang diketuai Abraham SamadN di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Kamis (3/5/2012).

Fungsi supervisi dan koordinasi KPK dengan aparat penegak hukum lain semestinya diperkuat, karena penanganan kasus korupsi bukan semata-mata tugas KPK, tetapi juga Kejaksaan dan Kepolisian.

Salah satu sektor yang perlu ditangani dengan sistem kor-sup ini adalah kasus-kasus korupsi politik, utamanya di daerah, yang berada jauh dari jangkauan KPK. Menurut Febri, tidak mungkin KPK menangani semua kasus korupsi sendirian.

Pola yang terjadi di daerah,  terjadi pelapukan negara, ketika para pebisnis menbajak fungsi-fungsi negara, sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan, konsesi, yang menguntungkan kelompok bisnis, bukan masyarakat secara umum.

Febri mencontohkan kasus korupsi upah pungut yang dilakukan Bupati Subang, Eep Hidayat. "Kasus semacam ini pasti banyak terjadi di banyak daerah lain," kata Febri.

Wakil ketua KPK, Zulkarnaen, menyatakan fungsi koordinasi dan supervisi KPK ini sudah mulai menjadi prioritas, dimasukkan ke dalam rencana strategis. Farodlilah

Silahkan baca hasil penelitian ini di sini

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan