ICW Desak KPK Ambil Alih Kasus Gayus

Penyelesaian kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus HP Tambunan hingga kini belum tuntas diungkap oleh aparat kepolisian. Bahkan, polisi seakan sengaja "melokalisir" kasus ini, dengan hanya mencekal pegawai setingkat Gayus serta polisi berpangkat perwira, yakni Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini. Sementara, pejabat tinggi Polri seperti Edmon Ilyas, Pambudi Pamungkas, Eko Budi Sampurno, Raja Erizman, hingga kini belum tersentuh.

Agar kasus ini segera tuntas, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengambil-alih penyelesaian kasus ini dari Kepolisian.

"Akumulasi kegagalan kepolisian menangani kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus serta adanya pusaran konflik di tubuh kepolisian, membuat KPK harus turun tangan," ujar peneliti hukum ICW, Donal Fariz.

Secara yuridis, KPK berwenang mengambil-alih penyelesaian kasus ini dari kepolisian, sesuai UU no 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. UU tersebut menyebutkan, KPK berhak melakukan supervisi terhadap penanganan tindak pidana korupsi yang sulit diselesaikan oleh Kepolisian atau Kejaksaan. "KPK memenuhi syarat untuk mengambil-alih kasus ini. Selain memenuhi ketiga klausul yang disebutkan dalam UU, KPK juga memiliki modal kepercayaan dari publik," ujar Donal.

KPK dapat segera mengambil-alih kasus ini tanpa harus menunggu persetujuan dari Kepolisian. "Tidak ada ruang kompromi. Mau tak mau, kepolisian harus menyerahkan," ujar Donal.

ICW menilai Kepolisian tidak mampu menangani kasus ini, karena terdapat sejumlah kejanggalan yang mengindikasikan kegagalan pengusutan kasus. Pertama; Gayus hanya dijerat dengan kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utama yakni kepemilikan rekening senilai rp 28 miliar. "Pemilihan kasus PT SAT diduga merupakan skenario untuk menghindar dari simpul besar kasus mafia pajak yang menjerat para petinggi di institusi Kepolisian dan Kejaksaan Agung," ujar Donal.

Kejanggalan kedua, tidak ada perkembangan penyelidikan save deposit senilai RP 75 miliar milik Gayus yang telah disita polisi. "Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal jauh lebih besar ketimbang kasus dengan PT SAT," ujarnya.

Tebang pilih penyelidikan ini, juga terjadi pada aliran dana dari tiga perusahaan milik Bakrie Group, yakni KPC, Arutmin dan Bumi Resources. "Kepolisian seolah tutup kuping dari kesaksian Gayus di persidangan, terkait kepemilikan rekening senilai Rp 28 miliar yang berasal dari tiga perusahaan Bakrie," tambah Donal.

Kejanggalan lain, polisi seolah sengaja mengorbankan "pemain kecil" yang tidak berkedudukan sebagai pemegang keputusan dalam skenario besar mafia perpajakan.

Terungkapnya "plesiran" Gayus ke Bali, juga menunjukkan institusi kepolisian tidak serius mengungkap tuntas kasus Gayus, karena aparat penegak hukum sangat mudah disuap.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan