ICW Ajukan Judicial Review Banggar ke MK

Tim Advokasi Penyelamatan Keuangan Negara, koalisi yang terdiri dari ICW, YLBHI, FITRA, IBC, PUSAKO Univ. Andalas, dan PUKAT Korupsi FHUGM mengajukan judicial review (uji materi) tentang kewenangan Badan Anggaran (Banggar) DPR ke Mahkamah Konstitusi Kamis, 8 Maret 2013 lalu. Koalisi meminta badan anggaran dibubarkan. 

Pengajuan judicial review didasari realitas karena pencurian uang rakyat terus terjadi. Ragam modus dilakukan para politisi lewat kewenangan yang terkesan konstitusional.

Wisma Atlet, Kemendiknas, pengadaan Al-Qur’an, DPID, PLTS dan lainnya merupakan rangkaian kasus yang menyalahgunakan lembaga negara sebagai lahan gembur pencurian uang rakyat.

Febridiansyah dari ICW mengatakan, “Setelah kami mengkaji, ada norma-norma yang harus dikoreksi disana. Kami ingin Badan Anggaran dibubarkan,” tegasnya. Abdullah Dahlan, peneliti ICW, menambahkan, “Gejala korupsi ada di banggar, dimana di banggar ada fungsi kewenangan yang sangat besar,” tukasnya.

Salah satu sebab maraknya penggondolan uang rakyat adalah kewenangan DPR yang absolut. Melalui fungsi anggaran (budgeting function) dan fungsi pembentukan undang-undang (legislating function), DPR leluasa memainkan pelbagai proyek yang berkaitan dengan kepentingan individu, keluarga, maupun partainya atas nama kewenangan konstitusional.

APBN, fungsi anggaran yang dijalankan DPR, yang disahkan melalui sebuah undang-undang (fungsi legislasi), membuka ruang bagi DPR memainkan politik transaksi kepentingan di luar kepentingan rakyat. Pembentukan Badan Anggaran (Banggar) DPR telah menciptakan kesempatan bagi partai politik untuk mengirim utusan untuk mencari dana bagi brankas partai. Apalagi, DPR dianugerahi kewenangan menentukan anggaran hingga “satuan tiga” (sangat rinci), yang menyebabkan anggota DPR dapat menentukan dari hulu hingga hilir proyek negara.

Arief Nur Alam, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Centre, menekankan, “Seharusnya banggar itu hanya tempat sinkronisasi keputusan-keputusan yang sudah diambil di komisi. Kita tahu, ini adalah tahun politik. Kalau ini dibiarkan, APBN kita habis digerus untuk kepentingan pemilu 2014.”

Pencurian uang rakyat melalui ketentuan undang-undang—yang bisa juga disebut pencurian legal atau mencuri atas nama undang-undang, semakin dikuatkan dengan memberi ruang kepada DPR untuk membahas proyek-proyek baru melalui pembahasan APBN Perubahan (APBN-P). Penataan kembali anggaran negara melalui APBN-P membuka ruang baru bagi DPR dan partai politik penyokongnya untuk mendapatkan aliran dana baru (fresh money) bagi partai.

Abdullah Dahlan mengatakan, “APBN bukan dipakai untuk evaluasi anggaran 6 bulan ke belakang, tapi malah untuk penambahan proyek,” ujarnya.

Padahal, kewenangan DPR melalui undang-undang itu jauh dari misi konstitusionalnya, yaitu untuk memperjuangkan anggaran berbasis “semangat kerakyatan”. Bahkan pasal-pasal undang-undang tersebut bertentangan dengan semangat yang dikehendaki oleh Pasal 23 ayat (1) UUD 1945. Agar proses penganggaran keuangan negara dapat berlandaskan semangat kerakyatan dan bukan kepartaian, maka koalisi mengajukan pengujian undang-undang (judicial review) UU MD3 dan UU Keuangan Negara.

Permohonan judicial review terangkum dalam tiga poin, yaitu: meninjau ulang keberadaan dan kewenangan Badan Anggaran DPR-RI, membatalkan Kewenangan DPR untuk membahas anggaran secara rinci sampai “satuan 3”, membatalkan “kewenangan perbintangan/pemblokiran anggaran” setelah Paripurna UU APBN.

Pasal-pasal yang akan diuji dapat disimak di ketentuan Pasal 157 ayat (1) dan Pasal 159 ayat (5) huruf c UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) serta Pasal 15 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan