Hukuman Mati untuk Koruptor

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas setuju dengan penangkapan keluarga koruptor.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid mendukung pelaksanaan hukuman mati bagi para koruptor. Itu wajar karena NU juga memfatwakan demikian, kata dia di Jakarta kemarin.

Kalaupun para koruptor tidak dihukum mati, Hidayat menyarankan agar harta mereka disita seluruhnya dan keluarganya ikut ditangkap. Alasannya, koruptor sering melakukan korupsi karena dorongan keluarga. Ini untuk menghadirkan efek jera, ujarnya, agar keluarga menjadi benteng untuk mengingatkan pejabat atau mereka yang akan melakukan korupsi.

Hukuman mati bagi koruptor disuarakan Nahdlatul Ulama dalam muktamar di Boyolali tahun lalu. Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia di Jakarta pekan lalu juga menyetujui pelaksanaan hukuman mati bagi kejahatan tertentu jika hukuman lain tidak bisa membuat jera.

Pengacara senior Frans Hendra Winarta tak setuju dengan hukuman tersebut. Dalam hukum positif kita, koruptor belum bisa dihukum mati. Yang berhak mencabut nyawa manusia itu kan Tuhan, kata Frans kemarin.

Hukuman mati, menurut dia, tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan dan tidak mengurangi angka kriminalitas. Frans berpendapat, yang dapat menimbulkan jera justru penangkapan koruptor kelas kakap.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas setuju dengan penangkapan keluarga koruptor. Setiap orang yang terlibat menikmati, terlebih lagi membantu dalam proses korupsi, jelas perlu diusut, kata Erry.

Erry mengatakan, pernyataan Ketua MPR didukung oleh landasan hukum yang jelas, seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Menurut dia, ada sejumlah pasal dalam Undang-Undang Korupsi yang bisa dikenakan untuk menjerat keluarga koruptor.

Ahli sosiologi hukum Universitas Indonesia, Kamanto Sunarto, menilai pembuktian terhadap keterlibatan keluarga dalam tindak pidana korupsi sulit dilakukan. Sebab, semua orang yang dituduh melakukan tindak pidana korupsi harus memenuhi unsur pembuktian hukum.

Danang Widoyoko, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch, mengatakan bahwa keluarga koruptor tidak dapat begitu saja turut ditangkap dan dihukum. Prinsipnya, kata Danang, tanggung jawab hukum sepenuhnya terletak di tangan individu yang melakukan korupsi.

Ia mengusulkan penggunaan asas pembuktian terbalik dalam perkara korupsi dan pemberian sanksi sosial terhadap koruptor dan keluarganya. SUNARIAH | JOJO RAHARJO | ASTRI WAHYUNI | ANTON APRIANTO

Sumber: Koran Tempo, 1 Agustus 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan