Hujan SP3 di Negeri Sendiri [26/07/04]

Tak hanya Sjamsul Nursalim, sejumlah pengusaha kakap Indonesia lainnya pun pernah mendapat berkah kenikmatan bernama SP3 ini. PrajogoPangestu, misalnya. Si raja kayu ini sempat diperiksa kejaksaan karena dianggap menyelewengkan uang negara ratusan miliar rupiah. Tapi, seperti halnya Sjamsul, Prajogo akhirnya bebas.

Kala itu Prajogo dituding menilap uang negara dengan cara memalsukan luas lahan tanaman industri milik perusahaannya, PT Musi Hutan Persada, di Sumatera Selatan pada 1990-an. Dalam catatan Departemen Kehutanan, Prajogo hanya membangun 118 ribu hektare, tapi ia mengaku 193 ribu hektare. Tujuannya, untuk menyabet dana reboisasi Rp 331 miliar. Sekjen Departemen Kehutanan kala itu, Soeripto, yang geregetan dengan ulah bos Grup Barito Pacific Timber ini, membawa segepok bukti kecurangan Prajogo ke Kejaksaan Agung.

Aparat kejaksaan kemudian bergerak. Dengan bantuan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), lahan Prajogo diukur ulang. Dan inilah hasilnya: Prajogo dianggap tak bersalah. Bakosurtanal menyatakan lahan yang dibangun seluas 193 ribu hektare. Masa, kami tak percaya, kata jaksa penyidik, Suwandi. Maka, turunlah SP3 terhadap pengusaha hutan itu.

Berkah SP3 juga sempat mampir ke Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut. Putri mantan presiden Soeharto ini sempat tersandung kasus proyek pemipaan di Jawa. Tutut dituduh merugikan uang negara US$ 20,4 juta dalam pemasangan pipa sepanjang 320 kilometer. Berdasarkan laporan Koordinator Pelaksana Proyek Pipanisasi Jawa, pekerjaan itu baru selesai 5 persen, bukan 14,5 persen seperti nilai yang telanjur dibayarkan PT Triharsa Bimanusa Tunggal, perusahaan milik Tutut.

Kejaksaan lantas meminta sebuah tim dari Australia melakukan pengujian proyek itu. Namun, menurut kejaksaan, dari hasil pengujian tak ditemukan kesalahan. Tutut pun bebas dari jerat hukum.

Pengusaha Djoko Ramiadji dan Marimutu Sinivasan juga beruntung menikmati SP3. Djoko dibebaskan setelah kejaksaan menyatakan Direktur Utama Marga Nurindo Bhakti itu tak terbukti menyelewengkan uang negara Rp 250 miliar dalam proyek jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR).

Adapun Sinivasan dianggap tak bersalah di balik kredit macet senilai Rp 15,37 triliun yang dikucurkan Bank BNI ke Grup Texmaco miliknya pada 1997. Kejaksaan, ketika itu, menyimpulkan penyimpangan penyaluran kredit yang dilakukan Texmaco sudah mendapat persetujuan Dewan Direksi Bank Indonesia.

Kejaksaan juga menyatakan unsur kerugian negara tidak ada karena aset Texmaco mampu menutup pinjamannya yang total senilai Rp 29 triliun. Perintah kejaksaan untuk mencegah dirinya bepergian ke luar negeri pun, pada tahun 2000, ditarik. Sinivasan pun tersenyum lebar. Dan kini, setelah empat tahun di negeri orang, hujan SP3 di negeri sendiri itu yang dinikmati Sjamsul. (LRB)

Sumber: majalah Tempo, No.22/XXXIII/26 Juli-01 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan