Hikayat Tiga Surat Penggugat

Pengadaan surat suara dinilai memboroskan uang negara. Peserta lelang yang kalah pun menggugat.

Tiga buah surat mendarat bertubi-tubi di meja Panitia Lelang Logistik Pemilihan Kepala Daerah Jakarta dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Surat yang datang dari tiga perusahaan peserta lelang surat suara itu kompak bersuara: menggugat keputusan panitia yang memenangkan PT Pura Barutama (Pura).

Surat protes dilancarkan lantaran harga yang ditawarkan Pura terlalu mahal, yakni Rp 4,8 miliar. Jauh lebih tinggi daripada tawaran semua peserta lelang. Tiga peserta di antaranya bahkan berani bertarung di kisaran Rp 1,2 miliar. Tudingan inefisiensi anggaran negara pun menyeruak.

Peristiwa bermula dari selembar kertas bertajuk Keputusan Calon Pemenang Lelang. Kertas yang ditempel di papan pengumuman lantai 1 kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta itu menyatakan Pura sebagai pemenang lelang. Lalu diikuti oleh PT Percetakan Bali dan PT Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol). Keputusan itu segera menuai reaksi.

Pada 18 Juli lalu, PT Karsa Wira Utama (Karatama) melayangkan protes. Gugatan juga diajukan Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sehari setelahnya. Disusul oleh Inkoppol pada hari berikutnya.

Dalam surat gugatannya, Karatama menilai keputusan panitia ihwal calon pemenang tender cacat prosedur. Sebab, keputusan yang dibuat pada 9 Juli itu baru diumumkan 16 Juli. Keterlambatan waktu penayangan pengumuman otomatis menggugurkan kesempatan semua peserta tender untuk melayangkan gugatan.

Surat yang ditandatangani oleh Direktur Utama Karatama Winata Cahyadi itu juga menggugat tawaran harga versi Pura yang dinilai tidak wajar dan terkesan memboroskan keuangan negara. Jika dibandingkan dengan tawaran Karatama sebesar Rp 2 miliar, panitia sebenarnya bisa menghemat anggaran senilai Rp 2,7 miliar.

Selisih penghematan akan terlihat semakin jomplang jika dibandingkan dengan tawaran PT Stacopa Raya, Percetakan Bali, dan PT Inkoppol, yang semuanya berada di kisaran Rp 1,2 miliar. Menurut Karatama, potensi kerugian berakar dari ketidakpatuhan panitia pada berita acara penjelasan lelang ataupun dokumen rencana kerja dan syarat-syarat. Alasan itu jugalah yang diajukan oleh PRNI dan Inkoppol.

Berdasarkan berita acara itu, panitia dan peserta rapat sejatinya menyepakati pembuatan kertas berjenis UV Dull dengan berat 80 gram. Kertas juga harus menyertakan logo perusahaan yang terukir secara transparan (Watermark) dan dicetak dua muka dengan tinta sekuritas (gambar yang tercetak oleh tinta ini hanya bisa terlihat dengan alat pembantu).

Itu kesepakatan terakhir di antara kami. Tidak ada penjelasan lain, ujar sumber Tempo yang ikut menandatangani berita acara. Namun, ia kaget ketika mengetahui fisik kertas surat suara buatan Pura. Nyatanya, kertas Pura memiliki spesifikasi yang jauh lebih mewah.

Di bagian luar, Pura menyertakan logo KPUD yang dicetak dalam bentuk hologram. Komponen sekuritas itu tampak seperti pita selebar 1 sentimeter yang memanjang di sisi kiri kertas. Di bagian tengah kertas juga terlihat rangkaian tulisan Pilkada DKI 2007 dalam skala yang sangat kecil. Tulisan itu tercetak di atas pita halus yang ditanam laiknya benang pengaman pada uang kertas.

Tak hanya itu, ketika diberi sinar ultraviolet, logo Pemerintah Provinsi DKI dan KPU yang tercetak samar dalam kertas akan memijarkan warna hijau seperti zat fosfor. Tapi tambahan komponen itu tidak merujuk ke BAP, ujar sumber Tempo yang ikut mengajukan gugatan.

Menurut dia, temuan ini mengindikasikan adanya praktek pembangkangan panitia terhadap kesepakatan rapat. Panitia dituding mengubah spesifikasi hanya untuk membengkakkan biaya kertas suara. Kalau panitia konsisten, mestinya tawaran Pura gugur secara otomatis, dia melanjutkan.

Sekretaris Panitia Lelang Pilkada Jakarta Ridwan M.D. menolak disebut merekayasa lelang. Bagi panitia, kata dia, penentuan pemenang tidaklah semata disandarkan pada rendahnya penawaran harga. Di luar itu, panitia pun harus mempertimbangkan kepemilikan dan kapasitas mesin cetak serta peralatan lain, seperti pemotong kertas, analisis harga satuan, dan pengalaman setiap perusahaan.

Adapun soal spesifikasi kertas, Ridwan mengatakan tawaran itu sejalan dengan penjelasan tambahan dalam berita acara. Setiap peserta lelang wajib melampirkan perincian spesifikasi security yang akan digunakan, katanya. Dengan ketentuan itu, setiap peserta tender dibenarkan mengajukan spesifikasi tambahan yang, menurut mereka, paling baik. Biar tidak ada yang memalsukan, ujarnya.

Ridwan juga menampik tudingan terlambat mengumumkan pemenang tender. Menurut dia, surat keputusan calon pemenang lelang surat suara telah terpampang di papan pengumuman di lantai 1 kantor KPUD pada 9 Juli 2007.

Soal adanya gugatan dari peserta tender yang kalah, Ridwan mengaku tak mau ambil pusing. Karena itu, dari tiga surat sanggahan, menurut Ridwan, panitia hanya merespons surat milik Inkoppol. Yang lain kami abaikan, karena surat mereka (Karatama dan PRNI) masuk melebihi tenggat masa sanggah, kata Ridwan sembari menunjukkan konsep surat jawaban yang dibuat pada 30 Juli 2007.

Namun, penjelasan Ridwan dibantah Inkoppol. Kami belum menerima tanggapan apa pun, ujar sumber Tempo di perusahaan tersebut. Ia pun heran dengan alasan panitia yang menyebut sanggahan Inkoppol tepat jadwal. Pasalnya, surat sanggahan Inkoppol baru dibuat pada 20 Juli. Paling telat di antara penggugat yang lain. Bagaimana mungkin dibilang tepat jadwal, ujarnya.

Manajer Marketing Pura Barutama Heri Agung juga menolak jika dituduh bermain mata dengan panitia lelang. Menurut dia, tawaran harga Pura telah sesuai dengan permintaan panitia, seperti tertuang dalam dokumen berita acara dan rencana kerja. Meski demikian, Heri tak menjelaskan ketentuan dalam dokumen yang ia maksud.

Heri menerangkan, harga yang ditawarkan Pura dibuat apa adanya. Kalaupun terkesan mahal, kata Heri, harga itu ditentukan oleh tingginya kualitas yang diminta panitia. Tidak mungkin kami menawarkan harga mobil Mercedes-Benz kalau yang diminta cuma mobil Toyota Kijang, ujar Heri.

Aksi saling tuding dan saling bantah bisa terus berlangsung. Yang jelas, ketiga surat gugatan dari perusahaan yang kalah tender kini mendapat sorotan di kantor KPK. Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan surat itu sedang dipelajari tim penyelidik. Untuk memastikan letak pelanggaran hukum dan kerugian negaranya, ujar Johan. RIKY FERDIANTO

Sumber: Koran Tempo, 9 Oktober 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan