Hesly Diperiksa Kejaksaan [25/06/04]
Ketua Tim Pemindahan Stockpile Batu Bara (PSBB) Hesly Julianto diperiksa Kejaksaan Negeri Banjarmasin (Kejari) berkait dugaan penyelewengan dana pungutan batu bara di Jalan Lingkar Selatan, Kamis (24/6).
Selain Hesly, yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Pengendalian dan Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Banjarmasin, kejaksaan memeriksa Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Banjarmasin Djadjadie Asnawi.
Keduanya datang ke kantor kejari di Jalan Hasan Basry sekitar pukul 10:00 Wita. Selama hampir dua jam, Hesly dan Djadjadie diperiksa secara berbarengan oleh dua jaksa M Arifin dan Sumanto. Kajari Fatahul Razak melalui Kasi Intel Fachruroji membantah pemanggilan tersebut sebagai pemeriksaan. Ini bukan pemeriksaan, hanya wawancara berkait pengumpulan data, kilahnya. Kita hanya bertanya berkait pelaksanaan pungutan batu bara di Jalan Lingkar Selatan. Mereka (Hesly dan Djadjadie-Red) sangat kooperatif dengan menjawab semua pertanyaan yang kita ajukan saat wawancara, imbuh Jaksa M Arifin.
Saat didesak materi yang ditanyakan, baik Fachruroji maupun Arifin tidak mau berkomentar banyak. Biasa saja, tidak ada yang istimewa, kilah mereka lagi.
Disinggung siapa-siapa yang akan diperiksa berikutnya, Fachrurozi yang juga Koordinator Pemeriksaan beralasan masih akan merapatkannya terlebih dahulu. Namun dia tidak menepis kemungkian orang-orang Asosiasi Penambang Rakyat (Aspera) Kalsel ataupun para pengusaha bata bara yang dipanggil berikutnya. Kita lihat saja nanti. Yang jelas, kita sudah memiliki daftar orang-orang yang akan kita wawancarai, tandas Fachrurozi lagi.
Terpisah, saat dikonfirmasi, Hesly tidak menampik kalau dirinya dipanggil kejaksaan. Namun, ia mengaku tidak ingat lagi materi yang ditanyakan jaksa kepadanya.
Saya tidak ingat lagi. Silakan Anda tanya sendiri sama jaksanya. Saya no comment dalam persoalan ini, ujarnya via telepon, Kamis (24/6) malam.
Sedangkan Djadjadie mengungkapkan baik dirinya maupun Hesly ditanya mengenai prosedur dan dasar hukum dalam hal pungutan di Lingkar Selatan. Prosedurnya mungkin semua orang sudah tahu dan itu kami jelaskan dengan jaksa yang mewawancarai kami, katanya.
Sedangkan dasar hukum yang memayunginya, jelas Djadjadie, adalah SK Walikota Banjarmasin, Perda Nomor 1 Tahun 90 tentang Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah serta Kepmendagri No 43 Tahun 1999 tentang Pajak Retribusi dan Pendapatan Lain-Lain.
Materi lainnya tentang nilai pungutan per ton. Saya jawab saja, kalau yang Rp3.000 per ton dipungut oleh tim untuk pemindahan stockpile, pembuatan pelabuhan dan perbaikan jalan. Sedangkan yang Rp1.000 per ton masuk ke kas daerah, terang Djadjadie lagi.
Sementara itu pengamat hukum Masdari Tasmin menilai kalau memang ada dugaan kuat unsur korupsi maka sudah kewenangan kejaksaan untuk melakukan tindakan yustisia dan proyustisia berupa penyelidikan dan penyidikan.
Kedepannya, kalau memang ada pihak yang terlibat, sesuai kewenangan kejaksaan maka pihak yang terlibat itu bisa diajukan sampai ke pengadilan, jelasnya.
Berkait pungutan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan, Masdari menyatakan itu masalah keperdataan. Tetapi bila ada kelebihan dana pungutan yang tidak disetorkan maka itu ada mengandung unsur korupsi.
Kalau ada kelebihan itu wajib disetorkan dan menjadi hak pemerintah sebagai kas daerah. Karena ini milik publik harus tetap dikembalikan kepada publik yang diwakili oleh pemerintah, tandas Masdari.
Berdasar informasi Walikota Midpai Yabani dan Ketua Aspera Endang Kusumayadi bertolak ke Jakarta. Tak diketahui untuk apa keduanya kesana. zdn/rbt
Sumber: Banjarmasin Pos, 25 Juni 2004