Hentikan Pemanggilan Terdakwa ke DPR
Rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR dengan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Achmad Ali, Selasa lalu, dikritik sejumlah pihak. Kebiasaan lembaga yudikatif seperti itu dikhawatirkan hanya memberikan proteksi hukum terhadap terdakwa.
Teten Masduki dari Indonesia Corruption Watch mempertanyakan rapat tersebut dan mengkhawatirkan adanya proteksi politik terhadap Achmad Ali sebagai calon hakim agung.
Komisi III sudah terlalu sering masuk ke wilayah penegakan hukum. Sebaiknya jangan memanggil-manggil terdakwa lagi, apalagi diajak rapat. Biarkan proses hukum yang menyelesaikan, ujar Denny Indrayana dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada yang dihubungi Kompas, Rabu (30/5). Dia meminta Komisi III DPR menghentikan kebiasaan untuk masuk ke wilayah penegakan hukum.
Dalam rapat dengar pendapat umum itu, Achmad Ali memaparkan kronologi perkara dugaan korupsi yang membuat dirinya duduk di kursi terdakwa pada sidang di Pengadilan Negeri Makassar (Sulawesi Selatan). Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III Soeripto. Semula, rapat yang dimulai pukul 11.30 itu berlangsung terbuka. Namun, setengah jam menjelang rapat berakhir, rapat malah dinyatakan tertutup (Kompas, 30/5).
Menurut Denny Indrayana, langkah Komisi III memanggil Achmad Ali sangat tidak tepat. Kalau mereka memang menilai ada rekayasa dalam perkara korupsinya, biar terbukti di pengadilan. Oleh karena itu, stop saja soal ini, jangan dilanjutkan lagi, ujar Denny.
Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan yang dikonfirmasi soal itu berkilah, rapat dengar pendapat dilakukan setelah sebelumnya Achmad Ali meminta bertemu Komisi III. Setelah dilihat surat dakwaannya, kami anggap ada yang janggal. Maka, kami panggil Achmad Ali. Ini kan salah satu tugas pengawasan Komisi III, elak Trimedya.
Trimedya menolak anggapan Komisi III mengintervensi proses hukum. Trimedya juga menyatakan, Komisi III tidak mengistimewakan Achmad Ali.
Namun, Trimedya menyampaikan, persoalan Achmad Ali itu akan dibicarakan di dalam rapat kerja Komisi III dengan Kejaksaan Agung, pekan kedua bulan Juni. Idealnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan diundang karena kami ingin mendengarkan dari kedua belah pihak, ujar Trimedya. (idr)
Sumber: Kompas, 31 Mei 2007