Hentikan Kriminalisasi BW, PIA Tagih Janji Jokowi Berantas Korupsi

Jakarta, antikorupsi.org (12/10/2015) – 150 perempuan yang tergabung dalam Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus kriminalisasi terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Bambang Widjojanto. Tuntutan tersebut dituangkan dalam sebuah surat. Surat tersebut dibacakan di acara jumpa pers di kantor ICW Senin (12/10/2015).

Hadir mewakili PIA dalam jumpa pers tersebut, empat perempuan yaitu Betti Alisjahbana, Lelyana Santosa, Tri Mumpuni, dan Anis Hidayah. Mereka mewakili 150 orang yang menandatangani surat terbuka tersebut.

Betti Alisjahbana yang juga juru bicara panitia seleksi (pansel) KPK mengatakan, masalah hukum yang dialami oleh BW berkaitan dengan tugasnya dalam memerangi korupsi di KPK. Maka sangatlah penting untuk presiden turun tangan dalam menghentikan kasus ini.

“Jika tidak pesan yang sampai ke publik sangatlah buruk. Satu pihak ada banyak kasus korupsi yang tidak tertangani namun ada kelompok (KPK) yang berani perangi korupsi malah dikriminalisasi,” ujarnya.

Dirinya tidak menafikkan posisinya selaku seorang ibu dan perempuan, Betti mengharapkan agar anak-anak generasi bangsa nantinya dapat diwarisi budaya jujur dan bersih dari korupsi di Indonesia.

Tri Mumpuni juga menagih janji Presiden Jokowi untuk memberantas korupsi, yang telah tertuang dalam Nawacita. Momentum ini dirasa pas untuk menagih janji Presiden Jokowi

“Saya ingatkan kembali, kita memilih Jokowi karena sosoknya bersih dari korupsi. Dia juga mengatakan tidak memiliki hutang dengan siapapun dan mampu menegakkan Indonesia dari korupsi,” tegansya.

Perempuan yang dikenal sebagai sosial-enterpreneur ini menegaskan, banyak sekali kasus korupsi terjadi di Indonesia, namun seolah masih jauh dari jangkauan untuk dapat diselesaikan. “Ini PR panjang yang harus dikritisi. Karena kita harapkan anak cucu kita menikmati negara yang bersih dari korupsi,” harap Tri.

Anis Hidayah, Direktur Advokasi Migrant Care mengatakan, Presiden Jokowi harus mampu menghentikan kriminalisasi kepada BW. Upaya-upaya yang ditujukan untuk membunuh pemberantaan korupsi harus dihentikan.

“Karena dari perspektif perempuan, merekalah korban utama dari korupsi,” tegasnya.

Banyak kesengsaraan yang dirasakan perempuan akibat korupsi. Salah satunya, menurutnya kualitas hidup perempuan dan anak-anak karena hak pendidikan, pekerjaan yang layak, dan perlindungan yang layak semakin mundur kebelakang.

“ Kasus buruh migran 4-6 orang setiap harinya meninggal dunia, pasti disebabkan korupsi,” ungkapnya.

Kuasa hukum BW, Lelyana Santosa menyatakan, perkara yang menimpa kliennya sangatlah dipaksakan. Karena pasal-pasal yang dituduhkan selama ini selalu mengalami perubahan baik dikurangi maupun ditambahkan.

“Terlihat pasal yang dituduhkan terlalu mengada-ada. Kita sudah berspekulasi, bukannya takut kepengadilan tapi hanya membuang waktu,” kata Leliana

Menurutnya, dari pengalaman yang ada kasus Bibit Chandra dihentikan karena tidak memenuhi syarat. Sedangkan dalam Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memberikan peluang agar kasus ini dihentikan.

“Kami harapkan kasus ini cepat dilakukan SK2P (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) secepatnya karena secara teknis tidak memenuhi persyaratan. Karena penuntut tidak seharusnya menyerahkan ke pengadilan.” Tegasnya. (Ayu-Abid)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan