Hengky Samuel Daud Didakwa 20 Tahun

DIREKTUR Utama PT Istana Sarana Raya Hengky Samuel Daud menghadapi sidang perdananya. Penuntut Umum mendakwa Hengky dengan dakwaan komulatif dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah wilayah Indonesia pada tahun 2002 hingga 2005. Terdakwa yang sempat buron selama dua tahun itu terancam hukuman penjara maksimal dua puluh tahun.

"Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jaksa Rudi Margono membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Kamis (1/10).

Sedangkan dakwaan primer kedua mengacu kepada Pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 Tahun 199.

Penuntut umum memandang Hengky baik secara sendiri atau bersama Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Oentarto Sindung Mawardi melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan perekonomian negara. Pengusaha bidang otomotif kelahiran Manado itu melancarkan praktik korupsi berbekal surat Radiogram yang dikeluarkan oleh Depdagri.

Pada 28 Oktober 2002, Hengky meminta Oentarto untuk membuatkan Radiogram yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota se-Indonesia dalam hal peningkatan pelayanan umum khusus masalah kebersihan dan mobil pemadam kebakaran. Radiogram secara eksplisit menyebutkan spesifikasi mesin pompa pemadam kebakaran merek Tohatsu type V 80 ASM dan PT Istana Sarana Raya selaku agen tunggal pemegang merek mesin tersebut.

"Oleh terdakwa radiogram itu dijadikan lampiran untuk penawaran mobil pemadam kebakaran kepada sejumlah pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota," urai Rudi.

Perjanjian kerja sama pengadaan antara lain terjalin dengan Pemprov Jawa Barat (2003) dengan nilai proyek Rp5,992 miliar, Pemprov Sumatera Utara (2004) sebesar Rp15,856 miliar dan Pemkot Jambi (2004) senilai Rp2,397 miliar. Nilai proyek tersebut digelembungkan harganya dari harga standar. Total kerugian negara atas pengadaan mobil pemadam kebakaran di 9 provinsi dan 13 kabupaten atau kota di Indonesia senilai Rp86,078 miliar.

Selanjutnya pada bulan Januari 2004, Hengky kembali meminta Oentarto untuk membuatkan surat permohonan pembebasan bea masuk untuk mobil pemadam kebakaran yang diimpor oleh PT Satal Nusantara. Surat, Oleh Oentarto, dibuat seolah olah Depdagri melalui perusahaan milik Hengky mengimpor mobil pemadam kebakaran jenis Morita.

Padahal, surat yang ditujukan kepada Menteri Keuangan RI dan Dirjen Bea Cukai itu digunakan terdakwa untuk mengurus proses pengeluaran barang dari Pelabuhan Tanjung Priok. Akibat pembebasan bea masuk PT Satal Nusantara, kas negara telah dirugikan sebesar Rp10,948 miliar.

Selain itu, pria yang dikenal memiliki relasi dekat dengan mantan Mendagri Hari Sabarno juga diganjar dengan dakwaan subsidair sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasalnya, Hengky memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara mengingat kekuasaan atau wewenang pada jabatannya. Imbalan uang itu antara lain diberikan kepada Oentarto sebesar Rp200 juta.

Ditemui seusai persidangan, terdakwa Hengky mengatakan selaku pengusaha dirinya semata-mata ingin mencari keuntungan dalam berdagang. Menurutnya, tidak ada kejanggalan dalam Radiogram yang dibuat Oentarto karena perusahaannya merupakan agen tunggal. Ketika disinggung tentang keterlibatan Hari Sabarno, Hengky mengelak. Ia menegaskan bahwa tidak pernah melakukan komunikasi dengan mantan Mendagri tersebut.

"Saya tidak pernah. Saya melihat beliau adalah Menteri, saya hormati beliau,"ujar Hengky.[by : Melati Hasanah Elandis]

Sumber: Jurnal Nasional, 2  Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan