Hehamahua dan Yunus Husein Diragukan

Mantan pengacara KPK Ahmad Rifai meragukan komitmen dan netralitas dua calon pimpinan lembaga itu, yakni Abdullah Hehamahua dan Yunus Husein. Pasalnya, masing-masing belum menunjukkan prestasi cemerlang selama menduduki jabatan ketua Komite Etik KPK dan kepala Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).

’’Selama menjadi ketua Komite Etik KPK, prestasi apa yang sudah dipersembahkan Pak Hehamahua. Dia mengatakan, Chandra Hamzah dan Ade Rahardja mendapat ancaman pembunuhan, tanpa menjelaskan siapa pelakunya dengan alasan takut kabur. Penjelasannya kurang kena. Karena itu supaya masyarakat tidak curiga, jelaskan siapa pelakunya,’’ ujar Rifai di Jakarta, Rabu (17/8).

Menurut dia, pemeriksaan terhadap pimpinan KPK yang diduga melanggar etika dan orang-orang yang disebut oleh Nazaruddin juga kurang sigap, padahal waktunya sudah cukup mepet. Yang terakhir, kenapa Komite Etik tidak segera memeriksa sopir atau ajudan Nazaruddin yang mengetahui pertemuan Chandra Hamzah, fungsionaris Partai Demokrat Benny K Harman, dan Nazaruddin. Selain itu, strategi untuk mengungkap pelanggaran kode etik KPK juga tidak jelas.

’’Kalau mengungkap dugaan pelanggaran kode etik KPK saja masih seperti ini, bagaimana mungkin Pak Hehamahua mampu menangani kasus-kasus korupsi yang lebih besar. Kami juga masih meragukan keberaniannya saat berhadapan dengan kekuasaan,’’ tambah Rifai.

Menyangkut komitmen Yunus Husein, dia juga mempertanyakan, karena dalam posisinya sebagai kepala PPATK, Yunus tidak berani mengurai aliran dana kasus Bank Century. Rifai menduga, jangan-jangan keberadaan Yunus di KPK nanti untuk mengamankan kasus Century. Demikian juga dalam kasus Nazaruddin, Yunus mengatakan ada 154 perusahaan yang terlibat, tapi tanpa penjelasan yang memadai.

’’Jadi, nyalinya belum terlalu bagus untuk melaksanakan tugas memberantas korupsi. Kenetralannya juga masih diragukan. Kami mengimbau Komisi III DPR mencermati hal ini bila keduanya masuk daftar calon pimpinan KPK yang diserahkan ke DPR,’’ tandasnya.

Sebaliknya, anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat menilai Yunus Husein bersama Bambang Widjojanto

cukup mumpuni. Pasalnya, publik sudah telanjur mengapresiasi dua tokoh yang terkenal aktif dalam

pemberantasan korupsi itu. Selain Yunus dan Bambang, Abdullah Hehamahua juga dinilainya sebagai figur yang kuat dan tepat untuk memimpin KPK.

’’Mereka bernasib baik, tertolong oleh keadaan politik dan hukum yang terjadi sekarang. Akibatnya, opini umum mendukung mereka, sehingga sulit bagi Komisi III untuk membuat putusan yang tidak meloloskan mereka,’’ katanya.

Seperti diketahui, Abdullah Hehamahua dan Yunus Husein termasuk 10 nama yang lolos tes wawancara dalam seleksi calon pimpinan KPK. Calon lainnya  yakni Bambang Widjojanto, Abraham Samad, Adnan Pandupradja, Aryanto Sutadi, Egi Sutjiati, Handoyo Sudrajat, Sayid Fadhil, dan Zulkarnain.

Dari 10 nama tersebut, rencananya Panitia Seleksi (Pansel) akan menyerahkan delapan nama ke presiden untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Di DPR, dari delapan nama akan dipilih empat orang yang akan menjadi pimpinan KPK.

Bermasalah
Sementara itu, dua calon pimpinan KPK yang dinilai bermasalah dikabarkan lolos tes wawancara. Keduanya adalah Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi dan Koordinator Staf Ahli Jaksa Agung, Zulkarnain.

’’Saya juga mendapatkan informasi kalau keduanya lolos seleksi,’’ kata Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto.

Dia khawatir, jika calon bermasalah benar-benar lolos, akan membuat KPK tersandera. Bagaimana seseorang menjadi pimpinan KPK jika selama menjadi penegak hukum membolehkan gratifikasi.

’’Orang yang dulu pernah memberi gratifikasi bisa bikin tawar menawar,’’ ujarnya.

Peneliti Hukum ICW Donal Fariz menambahkan, sangat mudah membedakan kandidat yang layak dan tidak layak untuk diloloskan menuju tahapan fit and proper test di DPR. Publik awam yang menyaksikannya pun sudah bisa membedakan mana emas dan mana loyang.

’’Tentu amat janggal jika Pansel meloloskan kandidat bermasalah, kecuali ada kepentingan lain yang menyusupi Pansel,’’ tegas Donal.

Dia berpendapat, tiga aspek seperti integritas, leadership, dan komitmen pemberantasan korupsi harus ditempatkan sebagai faktor utama dalam menilai masing-masing kandidat. Tidak boleh ada negosiasi di balik itu semua, sehingga memaksakan untuk meloloskan orang yang bermasalah.

Hal yang tidak kalah pentingnya, lanjut Donal, Pansel tidak boleh terjebak cara berpikir ’’bagi-bagi jatah’’ dengan cara memaksakan kandidat yang bermasalah untuk diloloskan hanya dengan pertimbangan keterwakilan institusi. Penting dicatat, bahwa tidak ada satu dasar hukum pun yang mewajibkan KPK diwakili oleh unsur kepolisian dan kejaksaan. (J22,J13-25,59)
Sumber: Suara Merdeka, 18 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan