Harga Laptop Jaksa di Atas Harga Perkiraan Sendiri

Pengadaan 450 laptop atau komputer jinjing di Kejaksaan Agung pada tahun 2008 dilakukan oleh Biro Perencanaan Kejaksaan Agung. Laptop itu dibagikan untuk jaksa lulusan pendidikan pelatihan pembentukan jaksa tahun 2008.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Jasman Panjaitan yang ditanya soal pengadaan laptop, Senin (2/3), mengaku tidak terlalu tahu. Namun, ia memastikan, siap memberi keterangan berdasarkan penjelasan Kepala Biro Perencanaan Kejaksaan Agung Gunawan.

Seperti diberitakan (Kompas, 2/3), laptop yang dibagikan itu bermerek Dell Latitude D630C dengan layar monitor 14 inci. Laptop dengan prosesor Intel Core2Duo itu memiliki hard disk atau perangkat keras 160 gigabyte dan sistem operasi Windows XP. Pengadaan laptop itu menganggarkan Rp 10,125 miliar. Realisasinya menelan biaya Rp 9,332 miliar untuk 450 unit laptop atau Rp 20,737 juta per unit.

Siaran pers Pusat Penerangan Hukum Kejagung pada 2 Maret 2009 menyebutkan, untuk menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) panitia lelang mengajukan harga kepada principal Dell berdasarkan spesifikasi yang disusun panitia.

Berdasarkan spesifikasi itu, principal Dell menyampaikan surat penawaran merek Dell tipe Latitude 630C dengan harga 2.010 dollar AS—belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen—pada 3 Juli 2008.

Berdasarkan surat itu, panitia menyusun HPS Rp 20,365 juta per unit, sudah termasuk PPN 10 persen. Pada pengadaan oleh PT Universal Sistem—sebagai pemenang lelang—keseluruhan harga laptop sebesar Rp 9,332 miliar. Jadi harga per unit Rp 20,737 juta. Harga ini lebih tinggi dibandingkan dengan HPS.

Dalih kejaksaan, seperti tercantum dalam siaran pers, adalah panitia lelang—dengan persetujuan pembuat komitmen—menambah spesifikasi teknis laptop tersebut. Harga laptop termasuk perangkat lunak Microsoft Office 2007, asuransi kerusakan, dan tambahan garansi produk selama tiga tahun bebas perbaikan.

Tidak melekat
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, ternyata laptop tidak melekat pada jaksa yang bersangkutan. Saat jaksa lulusan pendidikan pelatihan pembentukan jaksa dipindah tugasnya ke kejaksaan negeri lain, laptop itu ditinggal di kejaksaan negeri tempat semula ia ditempatkan.

Salah seorang jaksa yang menolak ditulis namanya, kepada Kompas, menyebutkan, ia memang memperoleh pembagian laptop itu saat memperoleh surat keputusan penempatan di suatu daerah. Namun, saat ia dipindahkan ke daerah lain, laptop diminta ditinggal, tidak dibawa serta. ”Aturannya berdasarkan nota dinas Kepala Biro Perencanaan,” kata jaksa itu. (IDR)

Sumber: Kompas, 3 Maret 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan