Hapus Kewenangan Penerbitan SIM dan STNK Oleh Polisi

(Jakarta-antikorupsi.org) Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri (Koreksi) menilai bahwa sebaiknya kewenangan Polri untuk menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomer Kendaraan (STNK) dihapuskan. Untuk itulah Koreksi mengajukan uji materi Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 kepada Mahkamah Konsitusi (MK) Selasa, (1/07/2015).

Salah satu penggugat Julius Ibrani, berpendapat uji materi ini dilakukan bukan bermaksud ingin memperkedil fungsi serta wewenang kepolisian, melainkan agar kepolisian justru lebih fokus pada tugas utamanya yaitu menjaga keamanan, ketertiban, melindungi, dan melayani masyarakat serta melaksanakan penegakan hukum. Ada dua undang-undang yang dilakukan uji materi yaitu Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Jika kita lihat di dalam undang-undang ini, maka kewenangan polisi untuk menerbitkan SIM dan STNK tidak sesuai dengan konstitusi khususnya pasal 30 Ayat 4 UUD 1945.

Terdapat sekitar 20 pasal yang di uji materi, diantaranya adalah pasal-pasal; pasal 15 Ayat 2 huruf b UU Kepolisian. Sedangkan untuk UU LLAJ ialah pasal 64 ayat 4 dan ayat 6, pasal 66 ayat 6, pasal 67 ayat 3, pasal 68 ayat 6, pasal 69 ayat 2 dan ayat 3. Dua UU tersebut dinilai ada tabrakan kewenangan dan sesungguhnya tidak sesuai dengan konstitusi. Nantinya dua UU tersebut akan disatukan dalam permohonan uji materi satu perkara di MK.

Penggugat lain, Erwin Natosmal Oemar berpendapat bahwa mengurusi penerbitan SIM dan STNK akan menambah beban kerja kepolisian yang seharusnya fokus untuk menjaga keamanan masyarakat dan melakukan penindakan bagi pelanggar hukum. Akibatnya, tugas-tugas kepolisian menjadi sering terbengkalai karena sibuk mengurusi pekerjaan administratif seperti ini.

Koreksi menilai,  bahwa kewenangan mengurusi SIM dan STNK  menjadi tugas lembaga birokrasi karena hal ini berkaitan dengan pekerjaan birokrasi dan administratif.

Pemohon uji materi yang tergabung di dalam Koreksi adalah Alissa Wahid, Gerkatin, Hari Kurniawan, Malang Corruption Watch, Pengurus Pusat Pemuda Muhamadiyah, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,ALB.

Sementara itu, dikutip dari metrotvnews.com, Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto tak terlalu mempermasalahkan uji materi itu. "Nanti lihat saja. Kan semuanya ada mekanismenya," kata Agus.

Agus mempertanyakan apa yang telah diabaikan Polri? "Yang kita abaikan apa sekarang? Pekerjaan apa yang kita abaikan? Apa yang kita tidak berikan kepada masyarakat?" tegas Agus.
Melakukan sesuatu, apalagi berkaitan dengan hukum serta uji materi, sama sekali bukan perkara mudah. Agus meminta semua pihak benar-benar berpikir sebelum bertindak.
"Jangan terlalu mengada-ada. Harus dicerna secara betul. Ini pekerjaan urusan negara, urusan masyarakat. Kita tidak bisa serta merta dengan mudah membalikkan telapak tangan untuk melaksanakan tugas yang berkaitan dengan publik," tambah Agus.

Menurut Agus, polisi telah melakukan tugas tersebut selama puluhan tahun. "Apa alasannya sehingga bagitu? Apa kepentingannya?" kata Agus. -Ayu,Abid-

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan