Hapus Istilah P-21; RUU KUHAP Kenalkan Jaksa Zona
Ini bisa menjadi solusi lambannya penanganan perkara yang diakibatkan bolak-baliknya berkas dari kejaksaan ke kepolisian. Dalam draf RUU KUHAP, diatur penghapusan status penanganan perkara, mulai P-16 (penunjukan jaksa), P-19 (berkas dikembalikan), hingga P-21 (berkas dinyatakan lengkap).
Nggak ada lagi pengembalian berkas. Baik jaksa maupun polisi nanti duduk bersama sejak dimulainya penyidikan. Mereka akan bekerja hingga berkas dinyatakan siap ke pengadilan, kata Andi Hamzah, ketua tim penyusun RUU KUHAP, usai bertemu dengan jaksa agung di gedung Kejagung kemarin.
Menurut Andi, kerja sama antardua instansi itu dimulai sejak dikeluarkannya surat perintah dimulainya penyidikan alias SPDP. Semua proses penyidikan, baik kasus pidana umum, pidana khusus, maupun pidana tertentu, akan melibatkan jaksa. Nanti dikenal istilah jaksa zona, yang bekerja sesuai unit wilayah kepolisian yang berwenang menyidik, jelas Andi.
Guru besar Universitas Trisakti itu mencontohkan penyidikan kasus pidana umum di sebuah polsek di wilayah Jakarta Selatan (Jaksel). Nah, jaksa zona yang diturunkan ikut menyidik adalah mereka yang bertugas di wilayah kejaksaan setempat. Dia (jaksa zona) itu dapat bekerja di Polsek Kebayoran Baru, Mampang, Kebayoran Lama, atau polsek-polsek lain, jelas Andi.
Andi menjelaskan, penetapan zona didasarkan pada kuantitas penyidikan sebuah perkara. Untuk wilayah DKI atau provinsi padat, seperti Jawa Timur, dapat saja jaksa zona bekerja berdasar polsek. Namun, untuk provinsi yang punya jumlah perkara kecil, sebut saja di Papua, jaksa zona hanya diturunkan setiap polres. Ya, misalnya, di Tana Toraja (Sulsel). Di sana kan nggak harus jaksa zona turun di polsek, jelasnya. Selain jumlah perkara, kuantitas jaksa per kejari harus menjadi pertimbangan.
Selain tak ada lagi status penanganan, draf RUU KUHAP mengatur pembatasan penyidikan perkara. Kami mengusulkan batas waktu penyidikan dipersingkat, beber Andi. Batasannya, bisa 1x24 jam, tiga hari, empat hari, atau dalam batasan bulan.
Menurut Andi, pembatasan lama penyidikan diperlukan sebagai aktualisasi prinsip penanganan perkara yang singkat. Kepastian hukum itu perlu batasan (waktu penyidikan) yang jelas, ungkap Andi.
Jika pada batas waktu tertentu penyidik gagal mengumpulkan alat bukti, tak tertutup kemungkinan penghentian penyidikan melalui penerbitan SP3 (surat perintah penyidikan perkara).
Andi menambahkan, dalam RUU KUHAP, terdapat 290 pasal. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan pasal-pasal dalam KUHAP yang berlaku. Banyak ketentuan baru sehingga jumlah pasal makin banyak, ujar penulis buku Azas-Azas Hukum Pidana itu. Sesuai target, draf RUU KUHAP akan diserahkan kepada pemerintah pada Mei 2007. Jika pemerintah setuju, draf tersebut akan bergulir dalam pembahasan di DPR.
Secara terpisah, Kapuspenkum Salman Maryadi menyatakan, kejaksaan merespons positif RUU KUHAP tersebut. Termasuk mempererat kerja sama polisi dan jaksa selama penyidikan. Saya kira, itu bagus, kata Salman. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 1 Maret 2007