Hampir Semua Perusahaan HPH/HTI Terlibat Korupsi Eksploitasi Kayu [05/08/04]

Praktik korupsi dan kolusi bisnis eksploitasi kayu di hutan diduga dilakukan hampir semua perusahaan hak pengelolaan hutan dan hutan tanaman industri yang berdampak pada kerugian negara triliunan rupiah dan kerusakan hutan. Sedikitnya ditemukan sebanyak 44 modus operandi yang dimanfaatkan perusahaan tersebut dalam menjalankan praktik korupsi yang melibatkan oknum pemerintah dan aparat.

Demikian hasil riset Pengawas Korupsi Indonesia (ICW) dan Greenomics yang dipaparkan Ketua ICW Teten Masduki dan Direktur Eksekutif Greenomics Elfian Effendi di Jakarta, Rabu (4/8). Menurut Teten, praktik korupsi yang dilakukan perusahaan hak pengelolaan hutan (HPH) dan hutan tanaman industri (HTI) tidak lepas dari peran oknum pemerintah dengan memanfaatkan kewenangan pejabat pemerintah dan celah aturan hukum yang kurang tegas.

Akibat praktik korupsi tersebut, negara tidak hanya dirugikan triliunan rupiah, tetapi juga kerusakan hutan yang harus ditanggung pemerintah. Tidak kurang dari 43 persen para pemegang HPH dan HTI tidak memenuhi kerangka hukum bisnis kehutanan lestari. Sebesar 39 persen dari perusahaan tersebut mematuhi kerangka hukum hanya sepotong-sepotong saja, sedangkan sisanya 18 persen hanya berkinerja sedang, ujar Teten.

Mengenai modus operandi korupsi yang dilakukan perusahaan HPH dan HTI, Greenomics dan ICW menemukan sedikitnya ada 44 modus operandi yang dilakukan. Modus operandi tersebut di antaranya dengan menata areal kerja yang dilakukan secara sepihak di atas kertas, tidak melakukan kapitalisasi modal yang ditanamkan kembali ke dalam bentuk tegakan hutan. Selain itu, para perusahaan HPH dan HTI juga tidak melakukan kegiatan penanaman hutan kembali.

Elfian mengatakan, indikasi praktik korupsi yang dilakukan perusahaan HPH dan HTI juga dapat dilihat dari besarnya tunggakan dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan (PSDH) yang dilakukan perusahaan itu. Mereka sebenarnya mampu membayar, tetapi dana tersebut malah digunakan dan diputar untuk usaha lain di luar usaha kayu, kata Elfian.

Kinerja HPH/HTI
Elfian menambahkan, mayoritas perusahaan HPH dan HTI memiliki kinerja yang buruk dalam melaksanakan pemanfaatan hutan alam dan pembangunan hutan industri. Tidak kurang dari 53 persen HPH memiliki kinerja yang buruk. Hanya 11,4 persen yang dapat dikatakan relatif baik. Kinerja HTI yang buruk mencapai 59,2 persen dan yang baik hanya 11,8 persen. Sisanya masuk dalam kategori kinerja sedang menuju kinerja buruk.

Terhadap perusahaan-perusahaan yang berkinerja relatif baik, sebetulnya sebagian besar dari mereka itu hanya masuk pada kategori sedang. Artinya, hanya dalam hitungan satuan saja perusahaan HPH dan HTI yang betul-betul punya kinerja baik secara komprehensif, kata Elfian. Riset penilaian kinerja dilakukan pada 112 perusahaan HPH dan HTI. Sebanyak 98,5 persen perizinannya dikeluarkan oleh rezim Orde Baru.

Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa kultur korporasi kehutanan Indonesia sudah sedemikian parah dan korup terhadap hutan negara. Mereka sedikit sekali memenuhi kewajibannya menanam hutan produksi untuk kebutuhan jangka panjang, kata Elfian.

Dari sisi keuangan, hampir 80 persen para pemegang konsesi HPH memiliki kinerja keuangan yang sangat buruk. Padahal, tingkat eksploitasi kayu dilakukan begitu eksesif (berlebihan) dan destruktif.

Cuma di atas kertas
Perusahaan HPH juga memiliki kinerja yang buruk dalam mematuhi aturan kesesuaian jatah tebang tahunan dengan riap tegakan (jumlah batang dalam satu areal). Artinya, sistem hanya berlaku di atas kertas belaka. Tidak kurang dari 50 persen perusahaan HPH melanggar aturan itu, kata Elfian.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, perlu keputusan politik untuk menghentikan praktik korupsi yang juga melibatkan oknum pemerintah dan aparat hukum. Kita berharap kepada anggota DPRD mendatang bisa menekan pemerintah daerah atau oknum aparat melalui keputusan politik. DPRD bisa saja mengancam pencopotan jabatan.

Menurut Faisal, Indonesia tidak akan mengalami krisis keuangan yang demikian parah jika saja aset dari hutan yang besar bisa diselamatkan.(OTW)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan