Hamid dan Yusril Dinilai Langgar UU; Demikian Juga Kepala PPATK
Para pejabat terkait kasus pencairan uang Hutomo Mandala Putra dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang. Mereka adalah mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra, Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein.
Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita dan Guru Besar Universitas Trisakti sekaligus pakar Money Laundering Yenti Ganarsih di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Rabu (4/4).
Dalam acara yang dipandu oleh Koordinator Badan Pekerja ICW Teten Masduki itu, Romli mengatakan, pencairan uang Tommy ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan negara. Pencairan uang itu sepenuhnya masuk wilayah privat sehingga patut dipertanyakan soal kewenangan Departemen Hukum dan HAM yang menggunakan rekening milik departemen untuk mentransfer uang Tommy Soeharto.
Seharusnya Yusril maupun Hamid tidak menggunakan rekening milik Dephuk dan HAM, katanya. Lagi pula, kedua pejabat ini melanggar Pasal 16 UU Pencucian Uang di mana telah diatur setiap orang yang membawa uang tunai berupa Rp 100 juta harus melaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Sedangkan keterlibatan Kepala PPATK, baik Romli maupun Yenti menilai, Yunus telah melanggar kerahasiaan intelijen keuangan. Hal itu mengacu pada Pasal 10 A UU Pencucian Uang yang menyebutkan pejabat atau pegawai PPATK wajib merahasiakan dokumen dan atau keterangan tersebut kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut UU. Kalau tidak ada surat PPATK, rekening Tommy Soeharto itu tidak bisa dicairkan, kata Romli.
Yenti menyebutkan, seharusnya Kepala PPATK menelusuri surat Dirjen Administrasi Hukum Umum Zulkarnain Yunus itu. Kenapa harus dijawab surat Dirjen AHU itu? Padahal sudah diketahui kalau Dephuk dan HAM tidak memiliki kewenangan terkait dengan pencairan uang Tommy. Seharusnya PPATK mencurigai ada apa dengan permintaan Dirjen AHU itu dan menindaklanjutinya dengan menelusuri melalui Financial Intelligence Service (FIS/sebuah lembaga yang memantau pergerakan uang di Inggris). Bukan malah menjawab surat Dirjen AHU, kata Yenti.
Kepala PPATK Yunus Husein yang dikonfirmasi melalui telepon menjelaskan, yang dimaksud oleh kerahasiaan Pasal 10 A UU Pencucian Uang itu terkait dengan Pasal 17 A UU Pencucian Uang. Di dalam Pasal 17 A disebutkan, pejabat atau pegawai PPATK dilarang memberitahukan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada pengguna jasa keuangan yang telah dilaporkan kepada PPATK atau penyidik secara langsung atau tidak langsung dengan cara apa pun.
Saya menjawab tak ada dalam database kami. Ini bukan termasuk kategori membocorkan rahasia. Kalau di database kami ada, lalu saya jawab ada, baru itu salah. Ini juga terkait dengan etika bernegara, saya menjawab pertanyaan pejabat dari instansi lain, ujar Yunus.
Secara terpisah, pihak Hutomo Mandala Putra selaku pemilik Garnet Investment Limited yang menggugat Banque Nationale de Paris and Paribas Guernsey di Pengadilan Guernsey, Eropa, siap menghadapi adu pendapat dengan Pemerintah RI bulan Mei.
Menurut pengacara Tommy, OC Kaligis, bukti untuk menanggapi afidavit atau keterangan tertulis kejaksaan selaku wakil Pemerintah RI dalam gugatan intervensi juga sudah disampaikan pihak Tommy. (vin/IDR)
Sumber: Kompas, 5 April 2007