Hakim Tolak Dakwaan Terdakwa Korupsi

"Mereka menembak dengan peluru hampa."

Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang , yang mengadili kasus korupsi dengan terdakwa Bupati Lampung Timur Satono, menolak dakwaan jaksa terhadap terdakwa. Hakim menilai dakwaan jaksa kabur dan tidak memenuhi asas legalitas. "Untuk itu kami memutuskan menolak dakwaan jaksa dan batal demi hukum," kata Robert Simorangkir, ketua majelis hakim, dalam sidang pembacaan putusan sela kasus tersebut kemarin.

Hakim menilai dakwaan jaksa yang diketuai Kohar memiliki lima kelemahan. Kelemahan itu adalah dakwaan tidak jelas, tidak memerinci perbuatan terdakwa secara detail dan jelas, penerapan peraturan yang sudah dicabut dan tidak memenuhi asas legalitas, serta tidak ada dasar yang menentukan unsur kerugian negara. "Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 808 K/pid/1984 tanggal 28 Juni 1985, menyatakan dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sehingga dinyatakan batal demi hukum," katanya.

Mendengar putusan sela majelis hakim tersebut, Satono langsung histeris dan sujud syukur. Ratusan pendukungnya juga bersorak. Mereka yang sejak pagi menggelar doa bersama di depan kantor Pengadilan Negeri Tanjung Karang bersukacita. Menanggapi putusan itu, dua orang jaksa, Kohar dan Yusna Adia, menyatakan pikir-pikir.

Mereka mengaku akan berkonsultasi dengan atasan terlebih dahulu terhadap putusan tersebut. Meski begitu, Kohar memastikan pihaknya akan melakukan perlawanan hukum ke Pengadilan Tinggi Lampung. "Pasti kami tidak tinggal diam. Prosedurnya harus ada perlawanan hukum atas putusan tersebut. Doakan saja," kata Kohar seusai sidang.

Kohar mengaku sudah maksimal menyusun dakwaan. Dakwaan yang mereka susun, kata dia, berdasarkan berkas pemeriksaan dari tim penyidik Kepolisian Daerah Lampung. "Jadi tidak ada yang keliru dengan dakwaan kami. Sepenuhnya itu kewenangan hakim menilai dakwaan," katanya.

Sementara itu, pengacara terdakwa, Sopian Sitepu, mengaku sudah yakin hakim akan menolak dakwaan jaksa penuntut umum. Menurut dia, sejak awal dakwaan jaksa sangat janggal dan memaksakan penerapan aturan yang tidak tepat. "Jadi mereka menembak dengan peluru hampa," katanya sambil tersenyum seusai sidang.

Satono didakwa jaksa telah melakukan korupsi dana anggaran pendapatan dan belanja daerah Lampung Timur senilai Rp 108 miliar. Dia dianggap bertanggung jawab atas raibnya anggaran yang disimpan di Bank Perkreditan Rakyat Tripanca Setiadana. Dana tersebut raib seiring dengan tutupnya bank milik Sugiharto Wiharjo itu. Satono dinilai menyalahi aturan penempatan uang kas daerah, yang mengharuskan disimpan di bank milik pemerintah yang sehat. Sebelumnya, Sugiharto telah divonis 7,5 tahun penjara oleh PN Tanjung Karang.

Sidang ini mendapat pengawalan ketat dari kepolisian. Polisi sempat menghalangi wartawan yang hendak meliput sidang. "Polisi berlebihan dengan hanya memberi waktu lima menit untuk meliput sidang. Padahal itu sidang terbuka untuk umum," kata Hendri Sihaloho, aktivis Aliansi Jurnalis Independen Bandar Lampung.

Kepala Satuan Intelijen dan Keamanan Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung, Komisaris Polisi Irawan mengatakan langkah itu untuk mencegah kericuhan saat sidang berlangsung. Dia mengaku sudah berbaik hati dengan memberi waktu kepada jurnalis untuk meliput. "Kalian kan tadi sudah saya kasih waktu. Tidak ada itu melecehkan profesi jurnalis," kata Irawan seraya meninggalkan lokasi. NUROCHMAN ARRAZIE
 
Sumber: Koran Tempo, 6 Januari 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan