Hakim Tertangkap KPK, Tambah Daftar Hitam Peradilan Indonesia

Penangkapan operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor  Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan  terhadap Ketua PTUN Medan berikut majelis hakim PTUN, panitera, dan advokat menambah daftar panjang kebobrokan dunia peradilan dan hukum di Indonesia. Hal ini menggambarkan bahwa hukum di Indonesia masih mudah diperjual belikan bagai kacang goreng. Demikian keprihatinan yang pengamat hukum Abdul Fickhar Hadjar.

Menurutnya, peristiwa tersebut mengindikasikan bahwa putusan-putusan pada perkara korupsi selama ini tidak efektif berpengaruh kepada calon pelaku korupsi bahkan kepada hakim yang notabene adalah pemutus perkara. Selain itu, penangkapan OTT  oleh KPK membuktikan mafia peradilan masih tumbuh subur. Seakan ini memperkuat persepsi masyarakat, bahwa ‘putusan pengadilan’ adalah suatu komoditi yang dapat diperjual belikan di Indonesia.

Dosen hukum di sebuah universitas swasta di Jakarta  ini juga menyatakan, bahwa fenomena ‘membeli putusan menang’ agar bisa memenangkan perkara akan dilakukan ketika orang yang berpekara memiliki bukti-bukti kuat, terlebih perkara perdata.

Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga hukum tertinggi sepetinya tidak memiliki keinginan dan berupaya membersihkan mafia hukum dari peradilan di Indonesia. Hal ini tercermin dari aturan mengenai praperadilan. Ketua MA terlihat tidak memiliki sensitifisme, padahal nampak dari kemandirian para hakim yang diekpresikan melalui kebebasan dalam memutus perkara, digunakan seenaknya, tanpa memperhatikan pakem-pakem hukum yang ada.

Penangkapan ini membuktikan bahwa KPK masih memiliki integritas dan tepat dalam menggunakan kewenangan penyadapanya.

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan