Hakim Menolak Praperadilan Susno Duadji

Lamban Bergerak, LPSK Tunggu Respons Polisi

Keinginan Susno Duadji menghirup udara segar bakal sulit terwujud. Setelah upaya praperadilannya ditolak, hingga kemarin Lembaga Perlidungan Saksi dan Korban (LPSK) juga tidak bergerak cepat untuk melindunginya. Bahkan, lembaga yang dipimpin Abdul Haris Semendawai itu hanya bisa menunggu kesanggupan polisi untuk berkoordinasi dengan LPSK.

"Kami menunggu polisi kapan mereka bisa menerima kami (untuk berkoordinasi)," kata Abdul Haris (31/5).

Sebelumnya, LPSK sebenarnya akan mendatangi Bareskrim Mabes Polri Kamis lalu (27/5). Namun, karena para pejabatnya sedang berada di Kamboja, LPSK mengurungkan niatnya.

"Kami akan datang lagi Senin (kemarin, Red)," ucap Komisioner LPSK Bidang Bantuan, Kompensasi, dan Restitusi Lili Pintauli Siregar saat itu. Kenyataannya, kemarin LPSK tidak mendatangi Mabes Polri.

Saat ditanya tentang janjinya itu Abdul Haris sedikit berkelit. Dia mengatakan, yang mengurusi hal itu adalah anak buahnya dan dia tidak terlalu turut campur di dalamnya. Yang penting, lanjutnya, LPKS sudah melakukan koordinasi dengan Mabes Polri dengan berbagai cara. "Kami tinggal menunggu kapan polisi bisa menerima kami. Kan mereka juga harus menyesuaikan jadwal," ucap Haris.

Bagaimana langkah konkret LPSK untuk menjalin komunikasi dengan polisi? "Masyarakat tidak perlu tahu bagaimana cara kami berkomunikasi. Yang penting kami berjuang untuk melindungi Susno," jawabnya ketus.

Sebenarnya, Mabes Polri sudah membuka pintu selebar-lebarnya bagi kedatangan LSPK untuk membahas lebih lanjut tentang perlindungan Susno. "Silakan datang untuk memberikan usul-usul (tentang perlindungan) ke kami," kata Wakadiv Humas Polri Brigjen Pol Zainuri Lubis sebelumnya.

Haris mengakui, koordinasi dan pembahasan soal perlindungan Susno antara LPSK dan Polri sangatlah penting. Sebab, LPSK memaklumi bahwa polisi tidak akan begitu saja melepas mantan Kabareskrim itu. Namun, LPSK juga mempunyai kewenangan melindungi status saksi dan pelapor Susno.

Katanya, itu merupakan kelemahan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sebab, dalam UU tersebut belum diatur secara spesifik bagaimana melindungi seorang saksi dan pelapor sekaligus tersangka. "Makanya, harus ada pembahasan lebih lanjut," tegasnya.

Di bagian lain, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin menolak permohonan gugatan praperadilan yang diajukan Susno. Majelis hakim tunggal Haswandi mengatakan, penangkapan dan penahanan Susno dalam kasus PT Salmah Arowana Lestari adalah sah menurut hukum. "Penangkapan telah dilengkapi bukti permulaan yang cukup," kata Haswandi.

Dia meguraikan, penangkapan tersebut tidak hanya berdasar laporan polisi dan keterangan saksi-saksi. Juga ada beberapa bukti surat. Hal itu sudah melebihi ketentuan bukti permulaan yang cukup, yakni minimal dua alat bukti.

Menyangkut masalah penahanan, Haswandi menjelaskan, selain disertai bukti permulaan yang cukup, itu harus disertai syarat subjektif dan objektif. "Syarat objektif adalah bahwa tindak pidana tersebut diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih," urai Haswandi.

Dalam kasus itu, Susno dijerat dengan pasal 5 ayat (2), pasal 11, pasal 12 h jo 12 b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Dengan demikian, syarat objektif telah terpenuhi. Kemudian, terkait syarat subjektif, mengacu pada mangkirnya Susno pada panggilan polisi pada 6 Mei 2010. Ketidakhadiran tersebut dapat diartikan akan menghilangkan barang bukti.

Menanggapi putusan praperadilan tersebut, kuasa hukum Susno tidak terlalu merisaukannya. Sebab, sudah ada perlindungan yang diberikan oleh LPSK. "Tidak ada persoalan, karena LPSK sudah mengambil alih Pak Susno dan sekarang menunggu proses pemindahan," kata Ari Yusuf Amir, salah satu kuasa hukum Susno.

Namun, dia menilai hakim tidak objektif dalam memberikan putusan. "Hakim lebih condong pada polisi," katanya. Hal itu tampak dari digunakannya pertimbangan keterangan ahli yang dihadirkan pihak kepolisian.

Sementara itu, Johnny Situwanda, advokat yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi kepada Komjen Pol Susno Duadji kembali tak memenuhi panggilan Mabes Polri untuk kali ketiga. Dia beralasan berada di Hongkong untuk menjalankan tugas. Meski begitu, Johnny berjanji memenuhi panggilan awal Juni.

"Memang, Johnny dipanggil untuk datang hari ini," ucap kuasa hukum Johnny, Sutedja Sugianto, di Jakarta kemarin (31/5). Melalui kuasa hukumnya itu, Johnny berjani segera datang ke Jakarta dan memenuhi panggilan Mabes Polri tersebut.

Sutedja menerangkan, kasus kliennya disidik oleh Direktorat III Bareskrim Mabes Polri. Informasi yang dihimpun koran ini, Johnny dibidik saat menjadi kuasa hukum PT Bintang Mentari Perkasa (BMP). Saat itu BMP beperkara dengan PT Baru Adjak dan kasusnya ditangani Ditreskrim Polda Jabar. Nah, saat itu Susno menjabat Kapolda Jawa Barat. (kuh/fal/c2/iro)
Sumber: Jawa Pos, 1Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan