Hakim Dilaporkan ke Komisi Yudisial

Tidak bisa menjadi ukuran buruknya kinerja hakim.

Indonesia Corruption Watch melaporkan sebanyak 131 hakim ke Komisi Yudisial. Mereka dilaporkan oleh penggiat antikorupsi ini karena dinilai membebaskan 142 terdakwa kasus korupsi selama kurun waktu 1999-2006. Hakim-hakim itu tersebar di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung.

Menurut anggota ICW, Emerson Junto, kasus korupsi yang dibebaskan itu di antaranya 67 kasus korupsi di tingkat pengadilan negeri. Di pengadilan tinggi tercatat oleh ICW sebanyak tiga kasus, sementara di Mahkamah Agung ada tujuh kasus.

Banyaknya kasus korupsi yang dibebaskan, kata Emerson, mengindikasikan sulitnya penegakan hukum kasus korupsi. Hal itu, kata dia, karena faktor aparat penegak hukum sendiri.

Banyaknya ditemukan kasus dugaan suap dan pemerasan, kata Emerson, mengindikasikan bahwa praktek mafia peradilan bukan isapan jempol. Hanya, kata dia, pelaku praktek mafia peradilan sulit dijerat karena tidak adanya saksi. Bahkan tidak meninggalkan jejak, hanya menyisakan kejanggalan-kejanggalan. Lihat saja dari buruknya argumentasi hakim yang membebaskan terdakwa kasus dugaan korupsi, kata Emerson.

Karena itu, ICW meminta Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan, pengawasan secara berkala dan rutin terhadap persidangan kasus korupsi, serta inventarisasi hakim-hakim bermasalah.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, mengatakan akan menindaklanjuti temuan ICW. Laporan itu sudah kami terima dan akan ditindaklanjuti dengan menelitinya lebih lanjut, ujarnya kemarin.

Ia mengatakan, jika ditemukan indikasi penyimpangan perilaku hakim dalam menangani perkara korupsi, Komisi Yudisial akan memeriksa hakim bersangkutan. Irawady menilai banyaknya hakim yang memutus bebas perkara korupsi mengindikasikan beberapa hakim berperilaku tidak benar. Terbukti banyak yang bebas, katanya.

Irawady berpendapat kinerja hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bagus harus menjadi contoh oleh hakim lainnya. Semua terdakwa kasus korupsi yang diajukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dihukum, ujarnya.

Juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, mengatakan temuan itu tidak bisa menjadi ukuran tentang buruknya kinerja hakim secara keseluruhan. Tidak seluruhnya benar, kata Djoko saat dihubungi kemarin.

Menurut dia, Mahkamah Agung pada tahun lalu memutus sebanyak 249 perkara korupsi. Dari perkara yang diputus itu, kata dia, sebanyak 116 perkara berasal dari pengadilan negeri atau pengadilan tinggi yang telah divonis bebas. Sekitar 50 persen ketika perkaranya masuk ke Mahkamah Agung, kasusnya divonis bersalah dan dijatuhi hukuman, ujarnya.

Djoko juga mengatakan tidak semua terdakwa kasus korupsi harus dihukum. Kalau terbukti tidak bersalah, masak harus dihukum juga? ujarnya. RAMIDI | SUTARTO

Sumber: Koran Tempo, 12 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan