Hakim dan Jaksa Tergolong Kelompok yang Paling Tidak Patuh
Aparat penegak hukum, terutama hakim dan jaksa, tergolong penyelenggara negara yang paling tidak patuh melaporkan harta kekayaan.
Mereka menempati urutan terakhir dalam tingkat kepatuhan melaporkan kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah pejabat badan usaha milik negara/daerah (BUMN/BUMD), kaum legislatif, dan eksekutif.
Berdasarkan data KPK per 15 Agustus 2007, tingkat kepatuhan bidang yudikatif hanya 43,77 persen. Dari total 20.991 penyelenggara negara, baru sebanyak 9.188 orang yang telah melaporkan kekayaan.
Penyelenggara negara yang paling patuh adalah pejabat BUMN dan BUMD. Sebanyak 73,09 persen atau 5.418 dari total 7.413 pejabat BUMN/BUMD wajib lapor telah melaporkan kekayaan.
Di urutan kedua adalah kalangan legislatif dengan tingkat kepatuhan 70,06 persen. Sebanyak 16.666 dari total 23.787 orang telah melaporkan kekayaannya.
Sementara tingkat kepatuhan pejabat pemerintah (eksekutif) mencapai 67,564 persen atau sebanyak 41.564 dari total 61.809 pejabat wajib lapor.
Menurut Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara KPK M Sigit, Rabu (15/8), bidang yudikatif terdiri dari semua hakim (hakim agung, hakim banding, hakim tingkat pertama, dan hakim konstitusi), jaksa, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (hanya anggota. Jika pegawai BPK, masuk bidang eksekutif), dan Komisi Yudisial.
Sigit mengatakan, di antara komunitas hakim, hakim agama termasuk yang paling patuh dan rajin melaporkan kekayaan.
Saat dikonfirmasi mengenai ketidakpatuhan aparat penegak hukum di bawahnya, Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mengatakan, laporan kekayaan merupakan tanggung jawab pribadi. Ia tak dapat memberikan sanksi apa pun, termasuk sanksi administratif jika ada hakim atau aparat pengadilan yang belum melaporkan kekayaan.
Itu tanggung jawab pribadi. Masak orang lain yang membuat peraturan, MA yang memberi sanksi, kata Bagir yang melaporkan kekayaannya pada 2006.
Wakil Ketua MA Mariana Sutadi tercatat belum memperbarui laporannya (2001). Saat dikonfirmasi, Mariana mengakui hal itu. Ia baru menyusun laporan setelah sakit selama dua minggu.
Perlu sanksi
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai perlu ada sanksi administrasi, seperti dipindah atau tidak naik pangkat, bagi pejabat negara yang tidak melaporkan kekayaan secara tepat waktu. Sanksi administrasi, lanjutnya, dapat dilakukan karena pelaporan kekayaan di Indonesia, seperti halnya di sejumlah negara lain, lebih merupakan masalah administrasi.
Pembuatan sanksi administrasi dapat dimulai oleh KPK dengan membuat nota kesepahaman dengan lembaga negara lain, seperti Mahkamah Agung atau DPR. Dalam nota kesepahaman itu, misalnya, dapat diatur bahwa KPK akan melaporkan pejabat lembaga itu yang belum melaporkan kekayaan kepada atasannya dan kemudian atasannya ikut mengingatkan. Jika tetap tidak melaporkan kekayaannya, pejabat itu akan mendapat sanksi administrasi dari lembaganya.
Praktisi hukum Harry Ponto menuturkan, seharusnya memang ada sanksi bagi pejabat yang tidak melaporkan kekayaannya. Sanksi moral seperti diumumkan di media massa seperti sekarang ini harus diperbanyak. (ANA/NWO)
Sumber: Kompas, 16 Agustus 2007