Hakim Bebaskan Nurdin Halid

Di tengah-tengah genderang perang terhadap korupsi yang ditabuh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari Kamis (16/6) membebaskan Nurdin Halid, Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia, dari segala dakwaan. Mendengar putusan itu, Nurdin (46), yang dituntut hukuman 20 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dan membayar uang pengganti Rp 169,71 miliar, langsung mengepalkan kedua tangannya ke atas, kemudian bersujud syukur di depan majelis hakim.

Selain membebaskan Nurdin dari segala dakwaan, majelis hakim juga memutuskan agar hak Nurdin dipulihkan, baik dalam kedudukan, harkat, maupun martabatnya. Jaksa penuntut umum tidak berhasil membuktikan dakwaan. Oleh karena itu, terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan, kata I Wayan Rena, ketua majelis hakim.

Putusan yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim itu segera disambut teriakan pendukung Nurdin. Sementara keluarga Nurdin- mertua, istri, dan anak-anaknya-berpelukan.

Dalam pertimbangan hukumnya majelis menyebutkan bahwa unsur delik melawan hukum tidak terbukti. Akibatnya, Nurdin tidak terbukti melawan hukum, baik secara formil maupun materiil. Perbuatan terdakwa bukan perbuatan melawan hukum, artinya bukan perbuatan curang, kata hakim.

Mengenai adanya rapat pleno pengawas, direksi, dan pengawas Koperasi Distribusi Indonesia (KDI) tanggal 24 Desember 1998 yang menghasilkan keputusan menunda penyetoran dana distribusi minyak goreng kepada Badan Urusan Logistik (Bulog), menurut majelis hakim yang berpegang pada keterangan saksi ahli, hal itu merupakan kebijakan organisasi. Dana itu akhirnya digunakan untuk menyiapkan stok minyak goreng dan sebagian disimpan sebagai deposito atas nama KDI. Kebijakan tersebut sebagai kebijakan organisasi, bukan kebijakan pribadi terdakwa, kata hakim.

Tugas KDI
Majelis hakim yang beranggotakan M Syarifudin dan Achmad Sobari menilai hal itu sesuai dengan tugas KDI untuk mengamankan minyak goreng menghadapi bulan puasa, Lebaran, Natal, Tahun Baru, dan Pemilu 1999. Saat itu pemerintah memberikan tugas kepada KDI untuk mengamankan harga minyak goreng, tetapi tidak tegas sumber dananya.

Menanggapi putusan bebas itu, jaksa Arnold Angkouw menyatakan akan melakukan kasasi. Langkah ini dilakukan karena, jika dibahas secara komprehensif, jaksa yakin dakwaan akan terbukti.

Tapi majelis berpendapat lain. Ada perbedaan persepsi, ada perbedaan pertimbangan. Menurut kami, sebetulnya yang paling esensial adalah rapat tanggal 24 Desember (tahun 1998-Red), bahwa keputusan untuk menunda itu melawan hukum. Sebab, seyogianya uang itu harus disetor, jangan ditunda. Intinya di situ, kata Arnold.

Sudah diprediksi
Putusan bebas terhadap Nurdin, menurut salah seorang penasihat hukumnya, Alamsyah Hanafiah, sudah dapat diprediksi. Saya memprediksi, ini kasus perdata murni. Tidak akan terbukti unsur melawan hukum pidana. Jadi, sejak awal kami sudah memprediksi kasus ini tidak akan terbukti korupsinya, kata Alamsyah.

Ia menambahkan, yang terbukti justru adalah wanprestasi dalam kasus perdata. Penyidikan yang dimulai tahun 2001 baru disidangkan tahun 2005. Hanya, ya... kiatnya politik. Terjadi situasi untuk diangkat oleh jaksa penuntut umum, untuk diangkat ke persidangan, kata Alamsyah lagi.

Nurdin Halid-sambil menggendong anak laki-lakinya- mengaku sudah yakin sejak awal bahwa dirinya akan dibebaskan dari dakwaan. Pasalnya, saat diperiksa empat tahun lalu ia sudah mengatakan tidak ada korupsi.

Perkara ini bermula ketika KDI memperoleh tugas dari pemerintah untuk mendistribusikan minyak goreng menggantikan Bulog tanggal 7 September 1999. Selanjutnya, pada 17 September 1998 Bulog dan KDI membuat perjanjian tentang Penyediaan Dana Guna Pengadaan Minyak Goreng bagi KDI dan perjanjian tentang Pengalihan Distribusi Minyak Goreng. KDI akan mendapat bantuan dana dari Bulog, tetapi harus dikembalikan sebelum 31 Desember 1998. Jika batas waktu dilewati, KDI akan dikenai bunga sesuai dengan bunga Kredit Likuiditas Bank Indonesia.

Berdasarkan perjanjian itu, Bulog menyerahkan 52,998 juta kilogram minyak goreng senilai lebih dari Rp 250 miliar dan uang tunai Rp 227,114 miliar untuk pengadaan 50,795 juta kilogram minyak goreng ke KDI. Namun, dari Rp 284,485 miliar yang seharusnya dikembalikan KDI ke Bulog hingga 31 Desember 1998, yang disetorkan hanya Rp 114,774 miliar. Dengan demikian, masih kurang Rp 169,71 miliar.

Kuburan
Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mendapat kritik dan kecaman dari Indonesian Corruption Watch (ICW). Dalam pernyataan pers yang ditandatangani Danang Widoyoko, putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu melukai rasa keadilan masyarakat dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

Tidak bisa disalahkan kalau pada akhirnya semakin memperkuat penilaian masyarakat bahwa PN (Pengadilan Negeri-Red) Jakarta Selatan merupakan

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan