Hakim Ad Hoc: Kami Bukan Swasta

Hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Andi Bachtiar, menegaskan bahwa hakim ad hoc merupakan pejabat negara sehingga berhak menerima fasilitas yang sama dengan pejabat negara lainnya. Salah satunya adalah gaji ke-13.

"Kalau kami bukan pejabat negara, maka saya swasta. Padahal kami bukan swasta. Kenapa swasta mengadili perkara korupsi?" kata Andi kepada wartawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.

Ihwal status hakim ad hoc mengemuka ke permukaan menyusul tidak diberikannya gaji ke-13 kepada mereka tahun ini. Padahal, selama tiga tahun terakhir, para hakim itu selalu mendapat gaji ke-13. Penghentian gaji itu didasari keputusan Departemen Keuangan yang menyatakan bahwa hakim ad hoc tidak termasuk komponen pegawai yang berhak menerima gaji ke-13.

Menurut Andi, ada konsekuensi jika hakim ad hoc dianggap sebagai pihak swasta. "Kalau saya swasta, maka seluruh putusan Pengadilan Tipikor harus batal demi hukum," kata dia. Selain itu, ia melanjutkan, semua uang negara yang berasal dari putusan juga harus dikembalikan kepada terpidana, dan proses pengadilan di Pengadilan Tipikor harus dihentikan.

Andi menjelaskan bahwa hakim ad hoc diangkat, dilantik, dan diberhentikan oleh Presiden sehingga mereka adalah pejabat negara. Apalagi, Andi menilai bahwa kinerja para hakim Pengadilan Tipikor selama ini baik. "Kalau yang dinilai kinerja, apa yang kurang dari Pengadilan Tipikor?" katanya.

Gaji hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas gaji pokok sebesar Rp 10 juta dan uang operasional sebesar Rp 6 juta yang dipotong pajak 15 persen. Total gaji yang mereka terima Rp 15,1 juta. Selain gaji, menurut Andi, para hakim tak lagi menerima uang maupun fasilitas tambahan, seperti jaminan kesehatan. "Kami juga tidak boleh lagi beperkara di tempat lain," kata dia. FAMEGA SYAVIRA

Sumber: Koran Tempo, 27 Agustus 2009
--------------
Hakim Ad Hoc Persoalkan Gaji Ke-13
Tak Termasuk Penerima, Bisa Pengaruhi Putusan

Hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor ternyata masih mempersoalkan penerimaan gaji ke-13. Menurut para pengadil dari jalur profesional itu, anggapan pemerintah bahwa mereka bukan termasuk pejabat negara bisa memengaruhi eksistensi putusan di Pengadilan Tipikor.

Andi Bachtiar, salah seorang hakim ad hoc, menilai bahwa dirinya termasuk kategori pejabat negara. ''Kalau bukan pejabat negara, saya ini apa termasuk swasta. Kalau swasta, berarti putusan Pengadilan Tipikor bisa batal demi hukum karena terdakwa korupsi diadili swasta,'' tuturnya kemarin (26/8).

Yang lebih parah, dia khawatir anggapan hakim ad hoc bukan pejabat negara dapat berpengaruh kepada nasib terdakwa yang telah diputus. Menurut Andi, selama ini hakim ad hoc diangkat dan diberhentikan presiden. Mereka diangkat dari profesional di bidang hukum yang berpengalaman lebih dari 15 tahun.

Pengangkatan hakim ad hoc itu dilakukan untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat kepada peradilan kasus korupsi. ''Dengan logika itu, berarti kami (hakim ad hoc) pejabat negara,'' ucapnya.

Persoalan muncul setelah para hakim ad hoc tak menerima gaji ke-13. Saat ini komponen pengadilan Tipikor terdiri atas sembilan hakim ad hoc dan karir. Semua tidak mendapatkan gaji ke-13. Padahal, sejak tiga tahun lalu, mereka selalu mendapatkan itu.

Persoalan gaji ke-13 tersebut pernah ditelusuri Andi dan sejumlah hakim ad hoc lain. Surat yang dikeluarkan menteri keuangan terkait para penerima gaji ke-13 itu mengacu kepada UU Kepegawaian. ''Kalau acuannya itu (UU Kepegawaian), jelas tidak ada kami (sebagai pejabat negara). Sebab, Undang-Undang KPK yang mengatur hakim ad hoc belum terbentuk,'' jelasnya.

Yang pasti, lanjut Andi, tidak diterimanya gaji ke-13 oleh hakim ad hoc merupakan kesengajaan dari Mahkamah Agung (MA). ''Selama ini MA selalu bertindak sebagai pengusul ke Depkeu,'' ucapnya.

Selain tak menerima gaji ke-13, para hakim ad hoc tidak menerima remunerasi dari MA. Padahal, remunerasi tersebut diberikan kepada semua hakim di bawah payung MA. ''Meski sekarang 75 persen, kami juga tak da­pat remunerasi,'' katanya. Ber­dasar remunerasi berbasis kinerja, sidang di Pengadilan Tipikor berlangsung hingga malam. (git/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 27 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan