Hak Peninjauan Kembali oleh Jaksa Perlu Diatur

Dasar hukum hak mengajukan peninjauan kembali perlu ditegaskan, termasuk melalui revisi atas Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari tafsir ganda dan penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi menciptakan ketidakadilan.

Kesimpulan itu muncul dalam seminar nasional tentang hak peninjauan kembali (PK) yang diadakan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (20/8). Sebagai pembicara adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy, hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan, Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan, dan dosen Hukum Pidana dari UGM Eddy OS Hiariej.

Marwan mengakui, revisi perlu dilakukan pada Pasal 236 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tentang pengajuan PK dan Pasal 23 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. ”Aturan ini mempunyai banyak celah yang memungkinkan tafsir ganda maupun penyalahgunaan,” katanya.

Selain itu, diperlukan batasan kasus kapan seorang jaksa bisa mengajukan PK. Selama ini batasan itu masih sangat longgar.

Menurut Marwan, hak jaksa mengajukan PK tetap diperlukan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum untuk melindungi kepentingan umum. Hak ini diperlukan dalam kasus yang tergolong sebagai kejahatan luar biasa dan merugikan kepentingan umum, seperti korupsi.

Eddy Hiariej mengemukakan, pengajuan PK oleh jaksa tak sesuai dengan logika hukum. PK dimaksudkan sebagai peranti hukum untuk melindungi hak asasi terpidana. Selama ini upaya PK oleh jaksa justru kental dengan kepentingan politis.

Nuansa politis amat kental pada pengajuan PK oleh jaksa yang pertama kali diajukan tahun 1996 dalam kasus Muchtar Pakpahan. Sebelumnya, pendiri Serikat Buruh Sejahtera Indonesia itu sempat divonis bebas atas kasus unjuk rasa buruh di Medan. ”Saat itu jelas sekali, PK diajukan karena Presiden Soeharto tak puas dengan bebasnya Muchtar,” ujar Eddy lagi. (ire)

Sumber: Kompas, 21 Agustus 2009

--------------

Pengacara Sebaiknya Ajukan Bukti Adanya Permainan
by : Rhama Deny

Pengacara yang juga mantan Jaksa John H Waliry mengatakan, para pengacara  Djoko Chandra dan Syahril Sabirin sebaiknya membeberkan bukti-bukti adanya permainan kekuasaan ataupun uang dalam kasus PK Jaksa ke Mahkamah Agung yang kini menjadi polemik  berkepanjangan. Hal itu ditegaskan oleh John dalam diskusi "Kontroversi PK Kejaksaan Dalam Kasus Djoko Chandra dan Syahril Sabiri" di Gedung DPR Jakarta, Kamis (20/8) kemarin.

"Kalau saya jadi pengacaranya dan saya memiliki bukti ada permainan uang, saya akan membeberkan bukti-bukti itu, agar hal ini tidak terus menjadi polemik," ujar John.

Anggota Tim Perumus RUU KUHAP, Teuku Nasrullah mengatakan, di seluruh dunia tidak ada satupun aturan hukum yang membolehkan kejaksaan mengajukan PK, kecuali China. Hal ini karena China yang menganut rezim komunis sosialis memang membolehkan upaya apa pun selama itu dinilai untuk kepentingan umum atau masyarakat.

Sumber: jurnal nasional, 21 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan