H Chin Star, Pembongkar Korupsi yang Tersandung Kasus Korupsi; Menyimpang, Darlis Ilyas Pun Di-impea

Pemecatan yang dilakukan DPRD melalui impeachment ternyata tidak ditanggapi Darlis Ilyas. Karena ternyata, Darlis tetap saja melaksanakan tugas-tugasnya selaku kepala daerah. Apalagi, secara administratif, pemecatan seorang kepala daerah baru bisa berlaku efektif bila telah mendapatkan pegesahan dari Presiden RI.

Karena Darlis Ilyas ternyata tetap saja bertugas sebagai kepala daerah, maka pergesekan antara legislatif dan eksekutif juga terus berlanjut dan semakin memanas. Pada saat itu pula, beberapa pihak di kalangan eksekutif, secara nyata menunjukkan dukungan kepada legislatif.

Ini ditunjukkan dengan kembali ditolaknya LPj yang sudah diperbaiki oleh Darlis Ilyas. Dengan penolakan kedua ini, dewan kemudian mengajukan usulan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Gubernur Sumbar, agar memberhentikan Daris Ilyas dari jabatan Wali Kota Payakumbuh.

Krisis politik ini terus berlanjut. Bahkan suasana sosial kemasyarakatpun kadang-kadang menjadi mencekam, karena kedua kelompok pendukung kubu yang saling berseteru ini tak jarang menebar ancaman. Di lembaga eksekutif sendiri, terlihat jelas telah terjadi pengkotak-kotakkan yang membuat suasana kerja tidak lagi kondusif. Beberapa pejabat daerah yang dengan jelas memperlihatkan dukungan kepada DPRD yang dipimpin Chin Star, diancam akan dipecat. Kondisi semakin membuat suasana sosial politik di Payakumbuh pada saat itu tidak menentu.

Pada tahun 2001, Chin Star bersama seluruh anggota DPRD Payakumbuh kembali menolak LPj Wali Kota untuk tahun anggaran 2000. Alasan penolakan saat itu, selama tahun 2000 Kota Payakumbuh tidak memiliki APBD. Karena setelah LPj tahun anggaran 1999 yang disampaikan tahun 2000 ditolak, DPRD tidak lagi bersedia membahas pembentukan APBD tahun berikutnya, walaupun saat itu eksekutif sempat mengajukan draf rancangan APBD kepada DPRD.

Akibatnya, pada tahun 2000 itu Kota Payakumbuh berjalan tanpa APBD. Dan ini mungkin juga kasus satu-satunya di Indonesia, sebuah pemerintahan daerah berjalan tanpa adanya anggaran. Pada saat itu pula, DPRD kembali mengajukan permohonan pemberhentian Darlis Ilyas dari jabatan Wali Kota kepada Mendagri melalui Gubernur Sumbar.

Mungkin atas dasar usulan itu, Mendagri kemudian memerintahkan Gubernur Sumbar untuk membentuk sebuah lembaga pemeriksa independen, guna mencari
kebenaran dari kisruh politik yang terjadi di Payakumbuh. Dengan berbekal perintah itu, dan berdasarkan PP 108 tahun 2000 tetang pertanggungjawaban kepala daerah, Gubernur kemudian membentuk sebuah tim yang disebut dengan KPI (Komite Penyelidik Independen), yang terdiri dari orang-orang independen yang dianggap tidak akan memihak kubu manapun. KPI ini dipimpin oleh Drs Bakri Bakar, seorang pensiunan pemerintahan, dan didalam tim juga terdapat para ahli dibidangnya masing-masing, seperti Prof Burma Boerhan dari unsur perguruan tinggi, Drs Karseno MS selaku ahli pemerintahan, Prof Dr Andi Mustari Pide selaku ahli otonomi daerah, dan Drs Akmal dari Universitas Negeri Padang (UNP).

Sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku, ada dua konsekuensi yang harus diterima kedua pihak berseteru atas hasil yang ditemukan KPI nantinya. Pertama, dewan harus meminta maaf secara terbuka kepada Wali Kota, bila ternyata temuan KPI menemukan kesalahan ada pada dewan dalam melakukan penolakan terhadap APBD. Namun bila ternyata sikap yang diambil dewan benar, maka KPI berhak mengeluarkan rekomendasi pemberhentian Darlis Ilyas selaku Wali Kota.

Setelah bekerja beberapa waktu dan turun langsung ke Payakumbuh, KPI ternyata menemukan bahwa sikap yang diambil DPRD Payakumbuh sudah benar. Dengan begitu, KPI kemudian membuat sebuah rekomendasi pemberhentian kepala daerah, yang bahkan diantarkan langsung oleh KPI ke tangan Mendagri di Jakarta. Dengan adanya rekomendasi ini, maka Mendagri pun mengeluarkan surat pemberhentian Darlis Ilyas dari jabatannya, sekaligus menunjuk Gubernur Sumbar sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Payakumbuh. Dan ini tentu saja membuat lega kalangan dewan. Hanya saja, saat itu Darlis Ilyas tidak pernah mau menerima surat pemberhentian tersebut. Bahkan dia menduga surat dari Mendagri tersebut sebagai sebuah rekayasa.

Menanggapi kekeraskepalaan Darlis Ilyas, Gubernur pun turun tangan dan bersikap tegas dengan menunjuk Yulrizal Baharin sebagai Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Payakumbuh. Namun masuknya Yulrizal ke Payakumbuh sempat kembali memanaskan suasana dan suhu politik Payakumbuh, karena kubu yang pro kepada Darlis Ilyas, mengatakan akan menentang masuknya Yulrizal ke Payakumbuh. Namun saat Yulrizal tiba di Payakumbuh, berbagai ancaman yang sebelumnya sempat dilontarkan kubu pendukung Darlis tidak terbukti.

Menurut Yoherman SH, S.Sos, mantan Sekretaris Pribadi Yulrizal semasa menjabat sebagai Plh Wali Kota Payakumbuh, saat itu Yulrizal mengemban setidaknya 3 tugas utama. Yaitu mengejar ketertinggalan penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), menyusun APBD serta menyiapkan pemilihan pemilihan kepala daerah definitif secepatnya.

Jadi proses pemberhentian Darlis Ilyas saat itu karena proses politik, dan bukan disebabkan persoalan lain. Karena penolakan LPj itu merupakan proses politik, ujar Yoherman, yang kini menjabat sebagai Camat Payakumbuh Utara, saat ditemui di ruang kerjanya Kamis (24/6) lalu.

Sebelumnya, seiring dengan pengajuan pemberhentian Darlis oleh DPRD, juga sempat mencuat berbagai persoalan lain yang memojokkan Darlis, seperti adanya kasus penipuan, penyimpangan anggaran dan lainnya. Namun oleh dewan, persoalan itu dianggap sebagai persoalan hukum yang harus diselesaikan melalui mekanisme hukum pula. Untuk persoalan ini, Darlis sendiri sempat satu kali menjalani sidang, namun gugatan ditolak hakim karena tidak adanya izin dari Presiden RI untuk menyidangkan kepala daerah.(bersambung)

Sumber: padangekspres Senin, 28-Juni-2004, 01:46:04 WIB

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan