Gur Dur Ikut Jaminkan Diri

"Ada permainan politik kotor."

Dua mantan Presiden Indonesia, Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, memberikan dukungan terhadap pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, yang ditahan polisi dengan tuduhan memeras tersangka korupsi. Abdurrahman Wahid bahkan menjaminkan dirinya demi penangguhan penahanan mereka. "Terus terang saya bingung karena tuduhan Polri kepada mereka dulu menerima sogokan, terus menjadi penyalahgunaan wewenang," kata Gus Dur--sapaan akrabnya--yang kemarin mengunjungi kantor KPK untuk memberikan dukungan.

Gus Dur menyampaikan harapan agar KPK tetap melanjutkan perjuangan menegakkan hukum. "Kenapa takut? Polisi juga orang," katanya.

Dukungan Megawati, yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Agnita Singedekane. "Sangat muskil kalau Megawati tidak sedih melihat adanya pengerdilan terhadap KPK melalui penahanan yang tak berdasar terhadap Bibit dan Chandra," katanya.

Megawati akan selalu membela KPK karena lembaga itu didirikan ketika ia menjabat presiden. "Seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan jiwa besarnya dengan melindungi KPK," ujar Agnita.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi'i Ma'arif menilai polisi telah merusak citranya sendiri dalam kasus kriminalisasi KPK ini. "Padahal, ketika polisi berhasil membongkar kasus bom, dunia mengakuinya," kata Syafi'i.

Tuduhan polisi yang berubah-ubah dari penyalahgunaan wewenang, penyuapan, kemudian menjadi pemerasan menunjukkan adanya skenario besar. "Ada tanda-tanda KPK akan dimandulkan dan mati suri. Saya merasa ada permainan politik yang sangat kotor."

Setelah ratusan tokoh menyatakan dukungan terhadap Bibit dan Chandra pada Jumat lalu, simpati kepada dua pimpinan KPK itu terus mengalir. Di berbagai daerah, sejumlah elemen masyarakat menggelar unjuk rasa kemarin. Seorang warga Jakarta Selatan, Eko Priyono, mendatangi kantor KPK dengan membawa karangan bunga. "Untuk pembebasan Bibit dan Chandra, jaminannya saya, istri, dan anak saya," kata Eko, yang bekerja sebagai sopir.

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, yang menggelar musyawarah nasional di Boyolali, Jawa Tengah, kemarin, juga menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyelesaikan kasus skenario kriminalisasi terhadap KPK.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Gayus Lumbuun, mendesak Presiden mengeluarkan langkah konkret dengan membentuk tim independen atau koneksitas. "Ini situasi protes publik yang sangat luar biasa, sekian banyak orang menawarkan dirinya untuk ditahan bersama-sama, respons Presiden sangat diharapkan dan konkret," kata anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat itu.

Ia menyarankan, tim koneksitas yang dibentuk Presiden berisi penyidik gabungan kepolisian, KPK, dan kejaksaan.

Denny Indrayana, anggota staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mendukung tindakan di luar kebiasaan itu. Denny juga mengatakan polisi seharusnya segera menangkap dan membawa Anggoro Widjojo ke Tanah Air karena sudah resmi sebagai buron. "Mestinya Anggoro dan Anggodo menjadi tersangka, dan itu lebih clear untuk menjamin transparansi," katanya.

KPK kemarin menyatakan akan memberikan rekaman penyadapan pembicaraan telepon Anggodo Widjojo, adik Anggoro--buron KPK dalam kasus dugaan korupsi alat komunikasi di Departemen Kehutanan--dengan petinggi kejaksaan dan kepolisian ke Mahkamah Konstitusi. Polisi menyatakan akan menyita rekaman yang transkripnya pekan lalu beredar itu. SUTARTO | TITO SIANIPAR | ALWAN RIDHA | AHMAD RAFIQ | JOBPIE SUGIHARTO

Sumber: Koran Tempo, 1 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan