Gugatan Praperadilan Waris Halid Dikabulkan [27/07/2004]

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Effendi, Senin (26/7), mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan tersangka kasus penyelundupan gula putih sebanyak 73.520 ton, Abdul Waris Halid, terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dengan putusan itu, hakim memerintahkan polisi untuk segera melepaskan Waris Halid dari tahanan polisi.

Putusan praperadilan dibacakan Effendi di depan tim kuasa hukum Waris Halid, yakni Edison Betaubun dan kawan-kawan, dan kuasa hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yaitu Soeyitno dan Bambang Widjojanto dan kawan-kawan. Adapun Waris Halid tidak hadir dalam persidangan.

Alasan yang dikemukakan hakim dalam memenangkan pihak Waris Halid, sejalan dengan apa yang disampaikan penasihat hukum Kepala Divisi Perdagangan Umum Induk Koperasi Unit Desa itu. Dalam butir kedua putusan dinyatakan, penangkapan dan penahanan yang dilakukan polisi, melalui Surat Perintah Penangkapan dengan nomor SP.Kap/37/VI/2004/Eksus tenggal 28 Juni 2004, dan Surat Perintah Penahanan bernomor SP.Han/16/VI/2004/Eksus tanggal 29 Juni adalah tidak sah. Karena, yang berwenang menyidik adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sesuai dengan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 jo Pasal 6 UU nomor 8/1981 jo Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 1996.

Dengan putusan tersebut, maka selain diperintahkan untuk melepas Waris Halid, polisi juga diperintahkan menyerahkan penyidikan kepada PPNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Dalam duplik sebelum putusan praperadilan, kuasa hukum Kepala Polri Bambang Widjojanto mengatakan, penangkapan dan penahanan Waris Halid tidak hanya melanggar UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Tetapi, Waris Halid juga melanggar pidana lainnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Dalam kasus ini sudah dilakukan penyidikan yang terpadu antara PPNS Bea Cukai dan penyidik kepolisian, kata Bambang.

Selanjutnya, dijelaskan di dalam duplik tersebut, dalam kasus tersebut Waris Halid mengetahui tidak memiliki izin impor gula. Tetapi, telah memalsukan dokumen dan stempel untuk memasukkan gula impor secara ilegal.

Pemalsuan dokumen dan stempel itu jelas bukan hanya masalah kepabeanan dan cukai. Tetapi, ada unsur penggelapan dan kesengajaan yang menimbulkan kerugian negara.

Waris Halid tidak memahami esensi kebijakan pemerintah untuk mengatur tata niaga gula impor. Impor gula merupakan komoditas yang mampu memengaruhi hajat hidup orang banyak sehingga diatur agar tidak merugikan petani dan konsumen, ujar Bambang.

Berdasarkan perjanjian kerja sama impor gula putih dengan PT Perkebunan Nusantara X, menurut Bambang, pihak Waris Halid hanya diberikan kewenangan dalam hal pembiayaan dan pendistribusiannya. Pihak Waris Halid tidak diberikan kewenangan mengimpor gula.

Jika dari gula impor ilegal itu hanya diterapkan denda cukai, dan kemudian gula impor itu bebas dipasarkan di dalam negeri, maka harga gula di tingkat petani akan turun, kata Bambang.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Paiman menyatakan, pihaknya menghormati keputusan hukum. Selanjutnya bagaimana, menyangkut kapan tersangka dilepaskan dan sebagainya, sepenuhnya bergantung penyidik Polri, di bawah koordinasi Kepala Badan Reserse Kriminal, papar Paiman, Senin siang.

Sementara Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung menyatakan, pihaknya masih menunggu salinan putusan praperadilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kami masih menunggu salinan itu, karena saya berprinsip semua harus ada hitam di atas putihnya, katanya. (ADP/NAW)

Sumber: Kompas, 27 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan