Gugatan Perdata Soeharto; Proses Mediasi Gagal
Kejaksaan Agung dan pengacara siap adu bukti.
Upaya pertemuan di luar proses mediasi formal dalam perkara gugatan perdata pemerintah terhadap penguasa Orde Baru, Soeharto, tidak menemui kata sepakat. Kedua belah pihak menyatakan siap melanjutkan proses gugatan ini masuk ke pokok perkara.
Dalam pertemuan selama satu jam di Kejaksaan Agung kemarin, pihak Soeharto dan tim jaksa pengacara negara saling mempertahankan argumen substansi gugatan, terutama soal rumusan perbuatan melawan hukum. Seusai pertemuan yang diikuti 11 jaksa dan tim pengacara Soeharto sekitar pukul 11.15 WIB, keduanya menyatakan siap adu bukti.
Ketua tim jaksa pengacara negara, Dachmer Munthe, mengatakan rumusan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Soeharto dan Yayasan Supersemar, yakni dugaan penyelewengan dana beasiswa, merupakan harga mati. Kami siap adu bukti soal itu, katanya.
Adapun juru bicara tim pengacara, Juan Felix Tampubolon, membantah jika disebut ada perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan yayasan. Menurut dia, draf kesepakatan yang digagas oleh kejaksaan tidak bisa diterima oleh pihak Soeharto.
Alasan atau dasar hukum yang digunakan oleh kejaksaan, dia mengungkapkan, dinilai terlalu mengada-ada. Kami optimistis jika nantinya maju ke pengadilan, katanya.
Dachmer mengatakan ketidaksepakatan antarpihak ini nantinya akan dilaporkan ke tahap mediasi formal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 10 September mendatang. Akan kami laporkan ke hakim mediasi, katanya.
Dalam perkara ini, kejaksaan menilai sejumlah dana beasiswa yang seharusnya digelontorkan oleh Yayasan Supersemar kepada siswa tidak mampu atau berprestasi di Indonesia ternyata mengalir ke beberapa perusahaan swasta yang diduga milik keluarga Soeharto.
Berdasarkan draf gugatan Soeharto yang diterima Tempo, Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) telah menyimpangkan dana dari tujuannya, yakni tidak sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 333/KMK.011/1978.
Dana yang diperoleh Yayasan Supersemar berdasarkan dua peraturan yang dibuat pemerintah Orde Baru kala itu, yakni sebesar US $ 420.002.910,64 dan Rp 185.918.048.904,75. Dalam drafnya, kejaksaan menilai bahwa dana yang diterima yayasan itu telah disalahgunakan oleh Soeharto dan Yayasan Supersemar.
Karena itu, Kejaksaan Agung dalam gugatannya menuntut agar Soeharto beserta yayasan dengan gugatan materil senilai US$ 420 juta dan Rp 185 miliar. Sementara itu, gugatan imateril yang dilayangkan kejaksaan bernilai Rp 10 triliun. Gugatan ini didaftarkan oleh pihak pemerintah melalui kejaksaan ke Pengadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 20 Juli lalu. SANDY INDRA PRATAMA
Sumber: Koran Tempo, 5 September 2007