Gugatan atas Soeharto Bisa Terhenti
Jaksa berkukuh gantirugi bisa diminta ke ahli waris.
Perkara perdata mantan presiden Soeharto bisa terhenti jika yang bersangkutan meninggal dunia. Kalau Pak Harto meninggal, (perkara) kami rontok, kata M. Assegaf, kuasa hukum Soeharto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin. Jika gugatan hendak dilanjutkan kepada ahli waris, dia melanjutkan, isi gugatan harus diubah, yakni ditujukan kepada ahli waris. Itu pun jika ahli waris menerima gugatan.
Assegaf juga menyatakan, dengan telah diterbitkannya surat penghentian penyidikan kasus pidana Soeharto, tidak perlu ada mekanisme pengampunan apa pun terhadap kliennya. Penyebabnya, Soeharto tak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan.
Meski kondisi kesehatan Soeharto memburuk, Jaksa Agung Hendarman Supandji dua hari lalu menyatakan tak akan menghentikan gugatan perdata yang tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkara itu, kata dia, akan berlanjut ke anak-anaknya. Ketentuannya begitu. Ada tagihan negara, kalau beliau (Soeharto) tak ada, tagihan berjalan ke ahli warisnya, ujarnya.
Pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar karena diduga menyelewengkan dana yayasan. Dalam gugatan ini, pemerintah menuntut ganti rugi materiil US$ 420 juta dan Rp 185 miliar, sedangkan nilai gugatan imateriil Rp 10 triliun.
Dalam persidangan kemarin, kuasa hukum Soeharto menghadirkan Sekretaris Jenderal Keluarga Mahasiswa Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA PBS) Syuaib Didu dan Ketua Organisasi Kejar Keanggotaan KMA PBS Cyprus A. Tatali sebagai saksi. Dalam persidangan yang dipimpin hakim Wahjono tampak Jaksa Agung periode 1981-1984, Ismail Saleh.
Syuaib mengaku menerima beasiswa saat menjadi mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin pada 1994-1997 sebesar Rp 40 ribu per bulan. Sementara itu, Cyprus mengaku menerimanya saat menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi pada 1985-1989. Saya menerima Rp 15 ribu per bulan, katanya.
Pada 2007, kata Syuaib, tercatat 99.500 mahasiswa S-1 yang menerima beasiswa Supersemar, 5.600 mahasiswa S-2, dan 1.860 mahasiswa S-3.
Setelah sidang, Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara Dachmer Munthe mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan dana yayasan yang digunakan untuk beasiswa. Yang kami gugat itu (penyelewengan) dana selain untuk beasiswa, katanya. RINI KUSTIANI
Sumber: Koran Tempo, 9 Januari 2008