Gugat Tempo, Polri Tersinggung Celengan Babi
Berencana Gugat Tempo karena Laporan Rekening Jenderal
Menjelang ulang tahun atau HUT Ke-64 Korps Bhayangkara yang jatuh pada hari ini (1/7), kepolisian rupanya diuji soal kesiapan mereka menerima kritik atau masukan dari pihak lain. Sebab, Mabes Polri tidak terima dengan pemberitaan soal transaksi yang mencurigakan dalam rekening milik sejumlah perwira Polri oleh majalah Tempo.
Korps baju cokelat itu berencana melakukan langkah hukum. Tak tanggung-tanggung, gugatan perdata dan pidana sekaligus disiapkan. Gugatan tersebut akan diajukan karena Polri tersinggung dengan karikatur di sampul depan (kover) majalah Tempo edisi terbaru (28 Juni-4 Juli 2010).
Karikatur itu menggambarkan seorang polisi memegang tali yang mengikat tiga celengan (tempat menyimpan uang) babi. Lalu, di sampingnya tertulis judul laporan utama: Rekening Gendut Perwira Polisi.
Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Zainuri Lubis memastikan gugatan itu serius. ''Kami mendapatkan laporan dari seluruh Indonesia, anggota Polri merasa nama institusinya dicemarkan,'' katanya kemarin (30/6).
Menurut Zainuri, Tempo akan digugat secara perdata dan pidana. Untuk perdata, tuntutannya ialah meminta maaf kepada institusi kepolisian. Secara pidana, Tempo bakal dijerat dengan pasal penghinaan. ''Anggota Polri dan keluarga kecewa, termasuk saya. Tidak pernah menggiring celengan babi,'' ujarnya.
Bagaimana soal isi pemberitaan Tempo? Zainuri menyatakan Polri tidak menanggapi. ''Sebab, sumber data yang dicantumkan tidak jelas,'' tutur mantan kepala Bagian Perencanaan Bareskrim Mabes Polri itu.
Untuk menyiapkan materi gugatan tersebut, kata dia, saat ini Polri mempelajari gambar sampul Tempo. ''Rasanya etikanya kurang. Tidak pakai hati,'' katanya sambil memegang dada kanan.
Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombespol Marwoto Soeto menambahkan, secara resmi surat teguran untuk Tempo dikirimkan kemarin pagi. Menurut Marwoto, pihaknya terganggu oleh sampul Tempo yang secara demonstratif seakan-akan menggambarkan perwira polisi menggembala babi. ''Saya tanya, kalau itu kantor Anda, tersinggung tidak disamakan dengan binatang,'' katanya.
Menurut Marwoto, teguran Polri kepada Tempo itu merupakan yang kedua. Teguran pertama dikirim saat Tempo memuat berita soal dugaan keterkaitan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dengan mafia tambang batu bara pada edisi sebelumnya. ''Karena sudah dua kali, kami tidak menggunakan hak jawab, tapi berupa teguran,'' ujarnya.
Selain itu, pihaknya mengadukan kepada Dewan Pers untuk menjadi perantara antara Mabes Polri dan majalah Tempo. ''Secara institusi, kami juga berkoordinasi ke sana,'' katanya.
Dia menyebutkan, saat ini Mabes Polri mencari siapa yang membocorkan data soal rekening perwira polisi kepada Tempo. ''Ini akan diusut. Prosesnya jalan,'' ujarnya.
Sikap reaksional polisi terhadap majalah Tempo itu disesalkan kalangan pers. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nezar Patria menilai sampul Tempo tersebut adalah produk pers. ''Jadi, solusinya adalah dengan mediasi di Dewan Pers,'' sarannya.
Menurut Nezar, kover Tempo bergambar celengan babi yang dipersoalkan Polri sebenarnya multitafsir. ''Itu karikatur yang bisa diperdebatkan maknanya. Tapi, bukan dengan jalan gugatan pidana,'' tuturnya.
Mantan Ketua Dewan Pers Prof Dr Ichlasul Amal menganggap Polri berlebihan. Dia menilai gugatan pidana justru membuat masyarakat penasaran dan tidak percaya kepada polisi. ''Kalau terus reaksioner seperti itu, masyarakat bisa antipati,'' katanya. ''Kok kesannya ketakutan dengan media. Lagi pula, cover Tempo bukan foto, tetapi karikatur. Secara hukum, saya kira, itu tidak bisa dituntut,'' lanjutnya.
Pemimpin Redaksi Tempo Wahyu Muryadi juga membantah menghina polisi dengan memasang kover celengan babi. ''Jangan ditafsirkan seperti itu,'' katanya.
Menurut dia, karikatur tersebut menggambarkan perwira polisi yang memiliki rekening tidak wajar. ''Yang menggambarkan itu kan celengan dan celeng itu kan babi. Jadi, tidak ada maksud menghina institusi. Sejumlah perwira memiliki rekening yang mencurigakan di luar kewajaran. Masyarakat harus tahu,'' tuturnya.
Menurut dia, majalah Tempo siap menghadapi langkah hukum yang diambil Mabes Polri. ''Kami menjunjung tinggi proses hukum,'' katanya.
Kritik Banyak Pihak
Berbagai lembaga dan kelompok masyarakat juga melakukan evaluasi terhadap kinerja setahun terakhir institusi bersemboyan Rastra Sewakotama (abdi utama bagi nusa bangsa) tersebut. Hasilnya, semua menilai Polri belum berubah, tetapi justru prestasinya menurun.
''Kalau diberi skor, ya bisa dikatakan terancam tidak naik kelas,'' ujar Nasir Jamil, anggota Komisi III (Hukum) DPR bidang pengawasan terhadap institusi kepolisian, kemarin. Beberapa kasus besar yang disorot media hingga kini belum tuntas. Yang terbaru adalah transaksi mencurigakan perwira polisi.
Nasir mencontohkan, penyidikan kasus Gayus Tambunan juga belum tuntas. Anggota yang dikenai sanksi sebatas pada level penyidik muda setingkat komisaris polisi, yakni AKP Sri Sumartini dan Kompol Arafat Enanie. ''Jenderal-jenderalnya yang disebut terkait belum diklarifikasi. Belum tersentuh,'' katanya.
Belum selesai penanganan kasus Gayus, mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji dijerat dengan dugaan korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan dugaan korupsi saat menjabat Kapolda Jabar. Padahal, Susno adalah yang membuka isu Gayus kepada publik.
Ketua Komisi III Benny K. Harman sependapat dengan Nasir. Dia menilai, kasus terbaru di tubuh Polri soal rekening dengan transaksi mencurigakan sangat mencoreng citra lembaga itu. ''Presiden perlu segera bertindak. Kami usul dibentuk Dewan Kehormatan untuk memeriksa jenderal yang disebut-sebut itu. Orang-orangnya sebaiknya independen,'' sarannya.
Menurut Benny, ulang tahun Polri hari ini harus menjadi titik balik dan sarana introspeksi seluruh anggota Polri.
Kritik lebih ekstrem dilontarkan Kontras. Lembaga yang didirikan almarhum Munir itu menilai Polri sudah kehilangan kepercayaan publik hampir di semua level. ''Program trust building yang digemborkan sejak tahun lalu ternyata gembos,'' ujar Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida kemarin. (rdl/c4/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 1 Juli 2010