Gubernur Diminta Nonaktifkan Bupati Aceh Singkil
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Azwar Abubakar diminta segera menonaktifkan sementara Bupati Aceh Singkil Makmursyah Putra yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi kas daerah sebesar Rp8,6 miliar.
Menurut anggota DPRD Aceh Singkil Abdi Suka Anhar, kemarin, dengan penonaktifan Bupati, kejaksaan bisa lebih mudah menyelesaikan proses hukum kasus dugaan itu, karena tanpa kendala politik dan kekuasaan.
Artinya, tambah Wakil Ketua Komisi C ini, dengan tidak lagi menjadi bupati, Makmursyah tidak punya kekuasaan untuk menghambat kasus ini, misalnya memengaruhi penegak hukum dan menghilangkan barang bukti.
Sementara itu, Ketua Barisan Intelektual Muda Aceh Singkil (BIMAS) Mashudi SR mengharapkan kejaksaan serius dalam mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan Makmursyah. ''Jangan hanya memberi angin surga kepada masyarakat bahwa ini akan diusut sampai tuntas. Jika ini tidak dilakukan, masyarakat semakin tidak percaya kepada kejaksaan'' kata Mashudi.
Makmursyah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana kas daerah tahun anggaran 2003-2004 sebesar Rp8,6 miliar lebih oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh pada Jumat (4/3). Selain Bupati, lima tersangka lainnya dalam kasus ini adalah Wakil Bupati Aceh Singkil Mua'dz Vohri, Sekretaris Daerah (Sekda) Ridwan Hasan, Kepala Bagian (Kabag) Keuangan Bicar Sinaga, Bendahara Umum Daerah Suerni Amd, dan mantan Bendahara Umum Daerah Mukhsin (Media, 7/3)
Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon, Jawa Barat, kini sedang menangani 15 kasus dugaan korupsi yang terjadi di tingkat desa. Dari 15 kasus itu lima di antaranya sedang ditindaklanjuti.
Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Cirebon Ikhwanul Saragih, kemarin, mengatakan, pihaknya baru menindaklanjuti lima kasus dugaan korupsi yang dilakukan para kepala desa (kades) itu karena laporan lainnya tidak disertai bukti lengkap.
''Dari 15 laporan kasus dugaan korupsi di tingkat desa itu hanya lima yang dapat kami tindak lanjuti dengan penyelidikan. Kebanyakan bukti pendukungnya kurang lengkap, lebih banyak akibat persaingan antarkubu di desa,'' kata Ikhwanul.
Selain itu, lanjutnya, ada beberapa laporan hanya berupa surat tembusan ke kejaksaan. Sedangkan laporan utamanya ditujukan kepada bupati. Untuk laporan seperti itu, ujar Ikhwanul, kejaksaan tidak akan campur tangan karena penangannya dilakukan oleh Badan Pengawas Daerah (Bawasda) dan polisi.
Menurutnya, lima kasus yang kini dalam tahap penyelidikan, adalah kasus dugaan korupsi oleh Kades Jemaras, Bangodua, Galagamba, Wanasaba Lor, dan Kades Kertasura. Terkait laporan dari masyarakat mengenai dugaan korupsi yang tidak didukung data dan bukti kuat, Ikhwanul menyarankan pelapor melengkapinya agar layak disidik. (HP/SR/N-2)
Sumber: Media Indonesia, 8 Maret 2005