Gubernur Dan Inspektorat DKI Jakarta Tak Peka Dengan Masalah Korupsi

Press Release KAKP (Koalisi Anti-Korupsi Pendidikan)

Gubernur dan Inspektorat DKI Jakarta kurang peka terhadap masalah korupsi. Hal tersebut terlihat dalam penanganan laporan KAKP pada Inspektorat DKI Jakarta terkait dua kasus dugaan korupsi sekolah dan penyusunan RAD PK (Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi).

Sampai saat ini, Gubernur DKI Jakarta belum juga menonaktifkan kepala Inspektorat terkait dengan adanya konflik kepentingan dalam pengusutan dugaan korupsi di dua sekolah oleh Inspektorat DKI Jakarta. Fakta pendukung adanya konflik kepentingan ini  sudah terungkap seperti kepala Inspektorat merupakan mantan kepala Dinas Pendidikan pada saat dua kasus korupsi sekolah ini terjadi. Selain itu, dia juga telah membocorkan informasi pemeriksaan pada publik pada hari jumat petang tanggal 19/03/2010. Informasi yang dibocorkan tersebut antara lain penyaluran dana BOS SMP Induk ke TKBM Pertiwi diberikan secara gelondongan. Oleh karena itu, pengusutan laporan KAKP oleh Inspektorat dikhawatirkan bias, tidak independen dan juga tidak obyektif. Upaya memberantas korupsi di sektor pendidikan DKI Jakarta terhambat.

Selain penanganan kasus korupsi, Gubernur dan Inspektorat juga telah menunda penyusunan draft RAD PK (Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi) yang akan menjadi dasar aksi bersama warga dan Pemprov DKI Jakarta untuk memberantas korupsi. Namun, sejak pertemuan bulan November 2009 di hotel Borobudur Jakarta penyusunan draft RAD PK tidak mengalami perkembangan signifikan. Padahal, penyelenggaraan berbagai pertemuan penyusunan draft tersebut telah menghabiskan dana puluhan juta rupiah. Gubernur dan Inspektorat terkesan mengabaikan penyusunan RAD PK ini.

Kinerja Antikorupsi Inspektorat Rendah

Selain masalah penanganan kasus dan penyusunan RAD PK DKI Jakarta, kinerja anti korupsi Inspektorat DKI Jakarta ternyata rendah. Selama periode Januari – Oktober 2009 Inspektorat hanya mampu mengusut 812 kasus pelanggaran administratif pada 702 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Dari semua kasus tersebut ternyata tak satupun yang terindikasi korupsi[1]. Semua kasus hanya berkaitan dengan pelanggaran administrasi seperti kelebihan pembayaran honor dan keterlambatan penyetoran pajak.

Sementara itu, Inspektorat didukung oleh APBD yang cukup besar yakni, Rp 102,17 miliar. Pegawai yang dimiliki juga cukup memadai yakni, 400 pegawai terdiri atas 176 pegawai Inprov DKI dan 224 pegawai Irbanko. Dengan dukungan sumber daya seperti ini dapat dihitung rasio anggaran per pegawai adalah sebesar 1 : Rp 225.000.000 . Artinya, satu orang pegawai Inspektorat dibiayai dengan anggaran sebesar Rp 225 juta per orang untuk pengawasan satu tahun.

Selain itu, jika dihitung rasio antara temuan dengan dukungan dana maka diperoleh perbandingan 1: Rp 125 juta. Artinya, untuk berhasil mengusut satu temuan pemeriksaan Insepktorat menghabiskan dana kurang lebih Rp 125 juta. Sayangnya, meski didukung dengan jumlah dana yang besar dan pegawai yang memadai tersebut, Inspektorat tak berhasil mengendus satupun kasus korupsi. Seluruh temuan hanya bersifat pelanggaran administratif saja.

Dilain pihak, penyelematan kerugian daerah juga tidak maksimal. Sampai bulan oktober 2009, Inspektorat hanya mampu menindaklanjuti kerugian daerah sebesar Rp 5.16 miliar dan kewajiban setor sebesar Rp 2,4 miliar. Padahal temuan BPK tentang kerugian daerah selama pelakansaan APBD DKI 2009 semester I adalah sebesar 5,99 miliar dan kewajiban setor Rp 42,8 miliar. Jadi, upaya Inspektorat untuk menyelematkan kerugian daerah hanya 86 persen dan kewajiban setor hanya 1 persen saja.

Terkait masalah ini kami merekomendasikan hal-hal berikut:

Gubernur DKI Jakarta:

  1. Meningkatkan kepekaan terhadap masalah korupsi di lingkungan pemprov DKI Jakarta. Salah satunya ditunjukkan dengan kepala Inspektorat dalam pengusutan dugaan korupsi yang dilaporkan oleh KAKP.
  2. Menginstruksikan seluruh jajaran dibawahnya untuk segera menyelesaikan draft RAD PK DKI Jakarta.
  3. Mengumumkan secara langsung pada publik hasil pemeriksaan Inspektorat terkait pengusutan dua dugaan korupsi sekolah (Kasus Dana BOS dan BOP tahun 2007 dan 2008 di SMP Induk TKBM dan Kasus dana RSBI SDN Percontohan Kompleks UNJ tahun 2007). Dalam konteks ini, Gubernur DKI jangan mencontoh pemimpin nasional yang hanya berani menyampaikan kebijakan populis dan bertentangan dengan kepentingan publik. Namun, menyuruh anak buah ketika mengumumkan kebijakan tidak populis dan juga tidak bertentangan dengan kepentingan publik.

Inspektorat DKI Jakarta:

Meningkatkan komitmen pemberantasan korupsi dan meningkatkan kualitas pemeriksaan agar dapat menemukan indikasi korupsi dan meningkatkan penyelematan kebocoran dalam pengelolaan APBD DKI Jakarta.

Jakarta, 24 Maret 2010

Koalisi AntiKorupsi Pendidikan:

Fitri Ade Sunarto, LAPAM (081317331930)

Febri Hendri A.A, Peneliti Senior ICW (087877681261)

Jumono, Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidikan (085215327964)

Forum TKBM Jakarta

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan