Gratifikasi; Suryama, Satu dari Seribu Wakil Rakyat
Pak, ini ada titipan! Karena mengira titipan itu suvenir, Suryama yang terburu-buru karena harus check in pesawat terakhir langsung membuka ransel dan meminta titipan itu dimasukkan ke dalam tasnya. Sesampainya di ruang tunggu bandara, ketika titipan itu diraba, dia baru sadar ternyata titipan itu segepok uang.
Demikian sekelumit kisah pengalaman Bagus Suryama Mayana, anggota Tim Peninjau Lapangan Komisi II DPR, seusai berkunjung ke Sulawesi Utara pada 26 dan 27 Juni 2006 untuk meninjau rencana pemekaran Kabupaten Minahasa Selatan.
Karena merasa titipan itu tidak layak dia terima, setelah melakukan klarifikasi dengan si pemberi, pimpinan fraksi, dan pimpinan partainya, politisi Partai Keadilan Sejahtera ini langsung menghubungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menyerahkan amplop tebal itu.
Sesampainya di KPK, dia buka amplop itu. Ternyata, uang titipan bupati itu besarnya Rp 14,9 juta. Suryama juga menyerahkan kepada KPK biaya akomodasi hotel Rp 570.000 yang ditanggung pemerintah daerah selama bertugas.
Suryama merasa uang itu tidak pantas dia terima karena sebagai anggota DPR dia sudah mendapatkan dana tugas. Ia mendapat tiket pesawat Jakarta-Menado (PP) Rp 7.517.70, airport tax Rp 60.000, uang harian Rp 2 juta, uang representasi Rp 1,6 juta, dan uang tunjangan Rp 280.000 untuk tugas selama empat hari kerja.
Nilai uang yang disetorkan Suryama ke KPK memang tidak terlalu besar. Namun, korupsi adalah korupsi, berapa pun nilainya.
Seperti diketahui, pemaknaan gratifikasi sebagai suap diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Artinya, pengaturan gratifikasi sudah berjalan enam tahun.
Kendati waktu berlalu cukup lama, baru Suryama yang melaporkan adanya penerimaan gratifikasi di Senayan. Saya benar-benar terkejut, ucap anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat VI itu saat diberi tahu KPK bahwa baru dirinyalah anggota DPR yang melaporkan gratifikasi.
Anggota DPR tidak sedikit jumlahnya. Anggota DPR periode 1999-2004 yang mengesahkan UU Nomor 20/2001 berjumlah 500 orang. Anggota DPR periode 2004-2009 lebih besar lagi jumlahnya, yaitu 550 orang.
Jika baru Suryama yang melakukan hal itu, berarti ada 1.049 anggota Dewan yang tidak melakukannya. Ada tiga kemungkinan. Pertama, kalau berprasangka baik, 1.049 anggota Dewan itu tidak pernah menerima hadiah dari mitra kerjanya. Kemungkinan kedua, mereka menerima, tapi mengembalikan langsung titipan itu kepada si pemberi. Kemungkinan ketiga, titipan itu dianggap rezeki.
Suryama sendiri dengan rendah hati berulang-ulang menegaskan apa yang dia lakukan bukan luar biasa karena uang yang disetorkan pun tidak signifikan.
Dia juga sempat meminta KPK tidak memublikasikannya. Namun, karena atas permintaan KPK, dia pun akhirnya tidak keberatan bicara. Tujuannya bukan agar ada yang dihukum. Saya cuma mau mengembalikan uang negara, tutur Suryama.
Di tengah gelapnya citra DPR, paling tidak apa yang dilakukan Suryama memberikan setitik terang, seperti teratai putih yang mekar di tengah-tengah lumpur yang hitam. (SUT)
Sumber: Kompas, 25 September 2006