GlobalCom Tolak Serahkan Tersangka Korupsi Telkom
Kemajuan teknologi sering lebih cepat daripada kemampuan pemerintah menyediakan regulasinya.
Global Communication Inc. (GlobalCom), anak perusahaan PT Infoasia Sukses Mandiri, menolak menyerahkan tiga mantan pejabatnya yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) ke polisi.
Kami akan kooperatif kalau polisi juga kooperatif dengan tidak menahan mereka, kata kuasa hukum GlobalCom, Henry Yosodiningrat, di Jakarta kemarin.
Jika ada jaminan para tersangka tidak ditahan, Henry akan membawa mereka kepada polisi untuk diperiksa. Kalau perlu 1 hari 3 kali kayak minum obat, saya juga bersedia, kata pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Antinarkoba (Granat) itu.
Menurut dia, penahanan terhadap kliennya tidak tepat dilakukan karena belum ada bukti yang cukup bahwa mereka sudah melakukan korupsi. Kalau polisi tetap menahan, itu artinya tidak sah.
Polisi sudah menetapkan tiga mantan pejabat GlobalCom sebagai tersangka. Mereka adalah David Lazarus Simbar (mantan Komisaris Utama Infoasia), Noviana Halim (mantan Wakil Direktur Utama Infoasia), dan Agus Pranoto Legono (mantan Direktur GlobalCom).
Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di proyek telepon Internet (Voice over Internet Protocol/VoIP) yang dilaksanakan PT Napsindo Primatel Internasional. Perusahaan tersebut merupakan patungan dengan komposisi kepemilikan saham: Telkom sebesar 60 persen, Infoasia (37 persen), dan Yamabri Dwi Bhakti Utama (3 persen).
Menurut dia, ada beberapa hal yang menjadi penyebab kliennya diduga melakukan tindak korupsi. Pertama, GlobalCom telah memanipulasi pulsa sambungan langsung internasional dan sambungan langsung jarak jauh yang mengakibatkan kerugian negara. Kedua, GlobalCom tidak memiliki izin. Ketiga, Infoasia melakukan pengadaan barang tanpa tender. Keempat, kerja sama dengan Telkom tidak diikuti dengan perjanjian. Kegiatan usaha sudah berlangsung sejak Januari 2001, tapi kerja sama baru ditandatangani November 2001. Kelima, GlobalCom melakukan pembayaran kepada Telkom melalui dua rekening yang berbeda.
Henry membantah semua sangkaan polisi terhadap kliennya. Mengenai tuduhan bahwa telah terjadi korupsi dengan cara memanipulasi pulsa, dia menjelaskan, penyidik menerima informasi bahwa modus operandi GlobalCom adalah membawa panggilan telepon ke kota tujuan dengan cara khusus.
Misalnya, dia menjelaskan, ada seorang tenaga kerja wanita melakukan panggilan telepon dari Hong Kong ke Madiun. GlobalCom akan menyalurkan sambungan telepon dari Hong Kong menuju Jakarta, selanjutnya panggilan tersebut dilewatkan dengan jaringan fiber optic ke Madiun dan kemudian disambungkan ke nomor tujuan.
Polisi, kata dia, menganggap sambungan telepon tersebut hanya dikenai biaya dengan tarif pulsa lokal. Caranya, di Madiun, GlobalCom memasang alat sehingga sistem komputer di Telkom menganggap panggilan tersebut panggilan lokal.
Padahal, Henry menjelaskan, GlobalCom tidak melakukan hal itu. Sebab, titik interkoneksi dalam perjanjian antara GlobalCom dan Telkom ada di STO Gambir, Jakarta. Artinya, semua voice traffic yang dibawa GlobalCom dari luar negeri diserahkan ke Telkom di STO Gambir. Kemudian dibawa oleh Telkom dengan jaringan dan cara mereka sendiri ke kota tujuan akhir panggilan, papar Henry.
Ketua Masyarakat Telematika Indonesia Mas Wigrantoro Setiyadi mengatakan, kasus telepon Internet yang melibatkan GlobalCom menunjukkan bahwa kemajuan teknologi informasi sering lebih cepat daripada kemampuan pemerintah menyediakan regulasinya.
Sejak VoIP masuk ke Indonesia pada 1996 sampai sekarang, regulator telekomunikasi sudah menerbitkan sejumlah regulasi, Tapi belum mencakup aturan mengenai inbound traffic (memasukkan trafik telepon ke jaringan komunikasi Telkom), yang justru sangat penting.
Dalam kasus ini, polisi sudah menahan Komarudin Sastra (mantan Direktur Operasional dan Pemasaran Telkom), Dodi Sudjani (mantan kepala divisi network), Endi Prijanto (mantan kepala Probis VoIP), dan John Welly (direktur sumber daya manusia). Selain menahan pejabat Telkom, polisi sudah menahan dua tersangka dari Mobisel, yaitu Johan Sudibyo (direktur utama) dan Rudy Martinez (direktur keuangan). SAM CAHYADI
Sumber: Koran Tempo, 16 Februari 2006